Senin, 09 Desember 2013

Arah peminatan siswa dalam kurtilas(kurikulum 2013)

Pelayanan Bimbingan dan Konseling Arah Peminatan Dalam kurikulum 2013

©”Rangkuman Hasil seminar Nasional “Reposisi BK Dalam Kurikulum 2013″ di Semarang, oleh : Prof.Dr.H.Mungin Eddy Wibowo,M.Pd, Kons.
Pelayanan BK arah peminatan penting dalam implementasi kurikulum 2013, karena adanya :
  • Pilihan peminatan siswa smp/mts ke SMA/MA, SMK
  • Pilihan peminatan kelompok mata pelajaran di SMA/MA, dan
  • Pilihan peminatan kelompok program keahlian di SMK
Pelayanan BK arah peminatan merupakan :
  • Upaya membantu siswa dalam memilih dan menentukan arah peminatan di SMA/MA, SMK
  • Memilih dan menentukan arah pengembangan karir, dan
  • menyiapkan diri serta memilih pendidikan lanjutan di PT sesuai dengan potensi dan minat siswa
Di sinilah Pelayanan BK mempunyai peranan penting dalam membantu siswa :
  • Memilih dan menentukan arah peminatan kelompok mata pelajaran dan mata pelajaran
  • agar dapat menentukan pilihan sesuai dengan kemampuan, potensi dirinya dan berhasil dalam belajarnya.
Guru BK / Konselor sekolah dalam pelayanan BK di Kurikulum 2013 mempunyai tugas khusus anata lain :
  • Di SMP/MTs, membantu siswa memilih mata pelajaran yang harus dipelajari dan diikuti selama pendidikan dan menyiapkan pilihan studi lanjutan.
  • Di SMA/MA dan SMK membantu siswa memilih dan menentukan :
  1. Arah peminatan kelompok mata pelajaran
  2. Arah pengembangan karir
  3. Menyiapkan diri serta memilih pendidikan lanjutan ke PT sesuai dengan kemampuan dasar, umum, bakat minat dan kecerdasan pilihan masing-masing siswa.

Jumat, 01 November 2013

Layanan Konsultasi dalam Pelayanan Konseling


DESKRIPSI UMUM
Kedudukan Layanan Konsultasi Dalam Bimbingan dan Konseling
Pola-17 Plus
Sejak tahun 1993 penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK) memperoleh perbendaharaan istilah baru yaitu BK Pola-17. Hal ini memberiwarna tersendiri bagi arah bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung BK di jajaran pendidikan dasar dan menengah. Pada Abad ke-21, BK Pola 17 itu berkembang menjadi BK Pola-17 Plus. Kegiatan BK ini mengacu pada sasaran pelayanan yang lebih luas, diantaranya mencakup semua peserta didik dan warga masyarakat.Layanan konsultasi merupakan salah satu jenis layanan dari BK Pola-17 Plus. Layanan konsultasi dan layanan mediasi merupakan layanan hasil pengembangan dari BK Pola 17 Plus. Dengan adanya pengembangan layanan ini, maka layanan konsultasi dan layanan mediasi secara otomatis menjadi bidang tugas konselor dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling, khususnya pelayanan BK di sekolah.

Menurut Prayitno (2004: i-ii) butir-butir pokok BK Pola-17 Plus adalah sebagai berikut:
A. Keterpaduan mantap tentang pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas, serta landasan BK

B. Bidang Pelayanan BK, meliputi:
1. Bidang pengembangan pribadi
2. Bidang pengembangan sosial
3. Bidang pengembangan kegiatan belajar
4. Bidang pengembangan karir
5. Bidang pengembangan kehidupan berkarya
6. Bidang pengembangan kehidupan keberagamaan
LAYANAN KONSULTASI adalah bantuan dari konselor ke klien dimana klien sebagai konsultan dan klien sebagai konsulti, membahas tentang masalah pihak ketiga. Pihak ketiga yang dibicarakan adalah orang yang merasa dipertanggungjawabkan konsulti, misalnya anak, murid atau orangtuanya. Bantuan yang diberikan untuk memandirikan konsulti sehingga ia mampu mengahdapi pihak ketiga yang dipermasalahkannya. Jika konselor tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapi oleh konsulti maka direferalkan kepada pihak lain yang lebih pakar. Layanan konsultasi bisa berubah menjadi konseling perorangan jika permasalahan ternyata disebabkan oleh konsulti. Dan konseling keluarga karena berkaitan dengan pihak keluarga. Konsultasi dapat dilakukan diberbagai tempat dan berbagai kesempatan, seperti disekolah atau dikantor tempat konsultan bekerja, dilingkungan keluarga yang mengundang konselor praktik mandiri (privat), atau ditempat – tempat lain yang dikehendaki konsulti dan disetujui konselor. Dimanapun konsultasi diadakan, suasana yang tercipta haruslah relaks dan kondusif serta memungkinkan terlaksananya asas-asas konseling dan teknik – teknik konsultasi. Menurut Prayitno (2004: 1), ”layanan konsultasi adalah layanan konseling oleh konselor terhadap pelanggan (konsulti) yang memungkinkan konsulti memperoleh wawasan, pemahaman dan cara yang perlu dilaksanakan untuk menangani masalah pihak ketiga”. Konsultasi pada dasarnya dilaksanakan secara perorangan dalam format tatap muka antara konselor (sebagai konsultan) dengan konsulti. Konsultasi dapat juga dilakukan terhadap dua orang konsulti atau lebih kalau konsulti- konsulti itu menghendakinya. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 6) dijelaskan bahwa ”layanan konsultasi yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik”.
 Dalam program bimbingan di sekolah, Brow dkk (dalam Marsudi, 2003:124) menegaskan bahwa ’konsultasi itu bukan konseling atau psikoterapi sebab konsultasi tidak merupakan layanan yang langsung ditujukan kepada siswa (klien), tetapi secara tidak langsung melayani siswa melalui bantuan yang diberikan oleh orang lain’. Layanan konsultasi juga didefinisikan bantuan dari konselor ke klien dimana konselor sebagai konsultan dan klien sebagai konsulti, membahas tentang masalah pihak ketiga. Pihak ketiga yang dibicarakan adalah orang yang merasa dipertanggungjawabkan konsulti, misalnya anak, murid atau orangtuanya. Bantuan yang diberikan untuk memandirikan konsulti sehingga ia mampu menghadapi pihak ketiga yang dipermasalahkannya (http://konseling Indonesia.com). 
Dari beberapa pengertian, dapat disimpulkan penulis bahwa layanan konsultasi adalah layanan konseling oleh konselor sebagai konsultan kepada konsulti dengan tujuan memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan konsulti dalam rangka membantu terselesaikannya masalah yang dialami pihak ketiga (konseli yang bermasalah). Pada layanan konsultasi, dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap konsultasi yang dilakukan oleh konselor kepada konsulti, dan tahap penanganan yang dilakukan oleh konsulti kepada konseli/pihak ketiga. Maka petugas pada tahap konsultasi adalah konselor, sedangkan petugas pada tahap penanganan adalah konsulti.
TUJUAN
 Tujuan Layanan Konsultasi BK
Pada dasarnya setiap kegiatan tidak akan terlepas dari tujuan yang ingin dicapai. ”Tujuan diberikannya bantuan yaitu supaya orang-perorangan atau kelompok orang yang dilayani menjadi mampu menghadapi semua tugas perkembangan hidupnya secara sadar dan bebas” (Winkel, 2005:32). Layanan konsultasi merupakan bagian dari layanan Bimbingan dan Konseling, maka tujuan dari layanan ini sepenuhnya akan mendukung dari tercapainya tujuan BK. Fullmer dan Bernard (dalam Marsudi, 2003: 124-125) merumuskan tujuan layanan konsultasi sebagai bagian tujuan bimbingan di sekolah adalah sebagai berikut:
(1) Mengambangkan dan menyempurnakan lingkungan belajar bagi siswa, orang tua, dan administrator sekolah.
(2) Menyempurnakan komunikasi dengan mengembangkan informasi di antara orang yang penting.
(3) Mengajak bersama pribadi yang memiliki peranan dan fungsi bermacam-macam untuk menyempurnakan lingkungan belajar.
(4) Memperluas layanan dari para ahli.
(5) Memperluas layanan pendidikan dari guru dan administrator.
(6) Membantu orang lain bagaimana belajar tentang perilaku.
(7) Menciptakan suatu lingkungan yang berisi semua komponen lingkungan belajar yang baik.
(8) Menggerakkan organisasi yang mandiri.

Tujuan layanan konsultasi sebagaimana dikemukakan oleh Prayitno (2004:2) adalah:
1.tujuan umum
Layanan konsultasi (KSI) bertujuan agar konsulti dengan kemampuannya sendiri dapat menangani kondisi dan permasalahan yang dialami pihak ketiga. Dalam hal ini pihak ketiga mempunyai hubungan yang cukup berarti dengan konsulti, sehingga permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga itu (setidak-tidaknya) sebahagian menjadi tanggung jawab konsulti.
2. Tujuan khusus
Kemampuan sendiri yang dimaksudkan diatas diatas dapat berupa wawasan, pemahaman dan cara-cara bertindak yang terkait lansung dengan suasana dan/atau permasalahan pihak ketiga itu (fungsi pemahaman). Dengan kemampuan sendiri itu konsulti akan melakukan sesuatu (sebagai bentuk lansung dari hasil kosultasi) terhadap pihak ketiga. Dalam kaitan ini, proses konsultasi yang dilakukan Konselor disisi yang pertama dan proses pemberian bantuan atau tindakan konsulti terhadap pihak ketiga pada sisi yang kedua, bermaksud mengentaskan masalah yang dialami pihak ketiga (fungsi pengentasan). Demikian juga Dougherty (dalam Sciarra, 2004: 55) mengungkapkan ’tujuan konsultasi, yaitu :
(1) The goal of all consulting is to solve problems
 (2) Another goal of consulting is to improve the consultee’s work with the client and, in turn, improve the welfare of the clien’. Dari ungkapan tersebut dijelaskan bahwa tujuan konsultasi adalah mengatasi masalah dan konsultasi untuk meningkatkan kerja konsulti kepada konseli yang pada akhirnya mencapai kesejahteraan konseli.

KOMPONEN LAYANAN KSI
Dari definisi layanan konsultasi, dijelaskan bahwa dalam proses konsultasi akan melibatkan tiga pihak, yaitu konselor, konsulti, dan pihak ketiga/konseli. Hal ini seperti pendapat Dougherty (dalam Sciarra, 2004: 55) ’consulting is tripartite: it involves a consultant, a consultee, and a client’ (Berkonsultasi meliputi tiga pihak yaitu melibatkan seorang konsultan, konsulti, dan konseli). Ketiga pihak ini disebut sebagai komponen layanan konsultasi. Ketiga komponen layanan konsultasi tersebut menjadi syarat untuk menyelenggarakan kegiatan layanan.
Dijelaskan oleh Prayitno (2004: 3-4), bahwa:
1. Konselor adalah tenaga ahli konseling yang memiliki kewenangan melakukan pelayanan konseling pada bidang tugas pekerjaannya. Sesuai dengan keahliannya, konselor melakukan berbagai jenis layanan konseling, salah satu diantaranya adalah layanan konsultasi;
2. Konsulti adalah individu yang meminta bantuan kepada konselor agar dirinya mampu menangani kondisi dan atau permasalahan pihak ketiga yang (setidak-tidaknya sebahagian) menjadi tanggung jawabnya. Bantuan itu diminta dari konselor karena konsulti belum mampu menangani situasi dan atau permasalahan pihak ketiga itu;
3. Pihak ketiga adalah individu (atau individu-individu) yang kondisi dan atau permasalahannya dipersoalkan oleh konsulti. Menurut konsulti, kondisi/ permasalahan pihak ketiga itu perlu diatasi, dan konsulti merasa (setidak-tidaknya ikut) bertanggung jawab atas pengentasannya.

Marsudi (2003: 124-125) menyebutkan bahwa layanan konsultasi mengandung beberapa aspek, yaitu:
(1) Konsultan, yaitu seseorang yang secara profesional mempunyai kewenangan untuk memberikan bantuan kepada konsulti dalam upaya mengatasi masalah klien.
(2) Konsulti, yaitu pribadi atau seorang profesional yang secara langsung memberikan bantuan pemecahan masalah terhadap klien.
(3) Klien, yaitu pribadi atau organisasi tertentu yang mempunyai masalah.
(4) Konsultasi merupakan proses pemberian bantuan dalam upaya mengatasi masalah klien secara tidak langsung.
Dalam layanan konsultasi ini dapat diperjelas bahwa penanganan masalah yang dialami konseli (pihak ketiga) dilakukan oleh konsulti. Konsulti akan dikembangkan kemampuannya oleh konselor pada saat tahap konsultasi berlangsung, yaitu mengembangkan pada diri konsulti tentang wawasan,
pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap. Akhir proses konsultasi ini adalah konselor menganggap bahwa konsulti mampu membantu menangani kondisi atau permasalahan pihak ketiga yang setidaknya menjadi tanggung jawabnya. Konsulti adalah orang yang ikut bertanggung jawab terhadap masalah yang dialami pihak ketiga. Misalnya orang tua, guru, kepala sekolah, kakak, dan
sebagainya. Seorang konsulti harus bersedia membantu penyelesaian masalah pihak ketiga. Menurut Sciarra (2004: 55) “also, collaboration between consultant and consultee is especially important in the school setting because it eases the burden on the consultant” (kerjasama antara konsultan dan konsulti menjadi yang terpenting di sekolah sebab dapat meringankan beban konsultan).

AZAS – AZAS LAYANAN KSI

Munro, dkk (dalam Prayitno, 2004: 5) menyebutkan ’ada tiga etika dasar konseling yaitu kerahasiaan, kesukarelaan, dan keputusan diambil oleh klien sendiri (kemandirian)’. Etika dasar ini terkait langsung dengan asas konseling. Asas ini juga berlaku pada layanan konsultasi. Ketiga asas ini diuraikan sebagai berikut:
(1) Asas kerahasiaan
Seorang konselor diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan, dengan harapan adanya kepercayaan dari semua pihak maka mereka akan memperoleh manfaat dari pelayanan BK. Oleh karena itu, Mugiarso (2004: 24) mengemukakan bahwa ”asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam usaha BK, dan harus benar-benar dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab”. Asas kerahasiaan pada layanan konsultasi yang dimaksudkan adalah menyangkut jaminan kerahasiaan identitas konsulti dan pihak ketiga, dan jaminan kerahasiaan terhadap permasalahan yangdialami pihak ketiga.
(2) Asas kesukarelaan
Kesukarelaan yang dimaksudkan pada layanan konsultasi adalah kesukarelaan dari konselor dan konsulti. Konselor secara suka dan rela membantu konsulti untuk membantu mengarahkan bantuan pemecahan masalah yang akan diberikan kepada pihak ketiga. Kesukarelaan konsulti yaitu bersikap sukarela datang sendiri kepada konselor, dan kemudian terbuka mengemukakan hal-hal
yang terkait dengan konsulti sendiri dan pihak ketiga dengan tujuan agar permasalahan yang dialami pihak ketiga segera terselesaikan.
(3) Asas kemandirian
”Pada layanan konsultasi, konsulti diharapkan mencapai tahap-tahap kemandirian berikut: (1) memahami dan menerima diri sendiri secara positif dan dinamis, (2) memahami dan menerima lingkungan secara objektif, positif dan dinamis, (3) mengambil keputusan secara positif dan tepat, (4) mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil, (5) mewujudkan diri sendiri” (Prayitno,2004: 8-9).
(4) Asas – asas yang lain
Yaitu: asas kegiatan, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, kehlian alih tangan, dan tut wuri handayani, pelaksanaannya dalam layanan konsultasi sama dengan pelaksanaan asas-asas tersebut dalam pelayanan konseling perorangan dan layanan lainnya dalam profesi konseling. Kekhususan aplikasi asas-asas tersebut dalam layanan KSI terfokus pada kondisi diri konsulti dalam kaitannya dengan pihak ketiga dan permasalahannya.






SUMBER BACAAN

Marsudi, Saring. 2003. Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah. Surakarta:
Muhammadiyah University Press

Mugiarso, Heru. 2005. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UPT MKDK Universitas Negeri Semarang

Prayitno. 2004. Layanan Konseling. Padang: BK FIP

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar- dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta


Jumat, 25 Oktober 2013

MINAT SISWA DALAM BELAJAR

A. Pengertian Belajar

Sebelum membicarakan pengertian minat belajar, maka terlebih dahulu penulis akan menguraikan pengertian belajar. Ngalim Purwanto (1992: 85) mengemukakan pendapat mengenai pengertian belajar:

  1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang buruk.
  2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
  3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus merupakan akhir dari pada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lama periode itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun.
  4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian maupun psikis.

Slameto (1995: 2) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tungkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sementara itu Sudirman  A.M. (1996: 231) berpendapat bahwa belajar sebagai rangkaian kegiatan jiwa  raga, psikofisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

Hal ini senada dengan Witherington yang dikutif oleh Usman Effendi dan Juhaya S. Praja (1989: 103) bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kepribadian, sebagaimana yang dimanfaatkan dalam perubahan penguasaan pola-pola respon atau tingkah laku yang baru, yang ternyata dalam perubahan keterampilan kebiasaan, kesanggupan dan pemahaman. Dalam hal ini Moh. Uzer Usman (1999: 34) memberikan batasan belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu lainnya serta individu dengan lingkungannya, sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses usaha atau interaksi yang dilakukan individu untuk memperoleh sesuatu yang baru dan perubahan keseluruhan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman itu sendiri. Perubahan tersebut akan nampak dalam penguasaan pola-pola respons yang baru terhadap lingkungan berupa keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, kecakapan dan sebagainya.

B. Pengertian Minat

Pengertian minat, penulis akan mengutip pendapat para ahli. Minat adalah sesuatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang lahir dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari bakat dan lingkungannya (Agus Sujanto, 1991: 92). Minat juga bisa berarti kesadaran seseorang, bahwa suatu objek seseorang suatu soal atau suatu  situasi mengandung sangkut paut dengan dirinya.

W.S. Winkel (1996: 105) memberikan rumusan bahwa minat adalah kecenderungan subjek yang mantap untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Hal ini sependapat dengan yang dikemukakan oleh Slameto (1995: 57) bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Jika ada siswa yang kurang berminat terhadap belajar, maka diusahakan agar ia mempunyai minat yang lebih besar dengan cara menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita serta kaitannya dengan bahan pelajaran yang dipelajari.

Sedangkan Doyles Freyer yang dikutip oleh Wayan Nurkancana (1986: 229) mengemukakan bahwa minat atau interest adalah gejala psikis yang berkaitan dengan objek atau aktifitas yang men-stimulir  perasaan senang pada individu. Minat  sangat erat hubungannya dengan kebutuhan, karena minat yang timbul dari kebutuhan ajakan merupakan merupakan faktor pendorong bagi seseorang dalam melaksanakan usahanya. Jadi, dapat dilihat bahwa minat adalah sangat penting dalam pendidikan, sebab merupakan sumber dari usaha.

Menurut The Liang Gie (1988: 28) minat berarti sibuk, tertarik, atau terlibat sepenuhnya dengan sesuatu kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu. Dengan demikian, minat belajar adalah keterlibatan sepenuhnya seseorang dengan segenap kegiatan pikiran secara penuh perhatian untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang dituntunnya.

Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri (Slameto, 1995: 180). Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, maka semakin besar minat yang akan tumbuh. Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal dari pada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas siswa yang memiliki minat terhadap subjek tersebut. Minat terhadap sesuatu dipelajari dan mempengaruhi terhadap belajar selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan minat-minat baru. Jadi, minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar dan menyokong belajar selanjutnya.

Minat memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan ini Ahmad Tafsir (1992: 24) menyatakan bahwa minat adalah kunci dalam pengajaran. Bila murid telah berminat terhadap kegiatan belajar mengajar, maka hampir dapat dipastikan proses belajar mengajar akan belajar dengan baik. Dengan demikian, maka tahap-tahap awal suatu proses belajar mengajar hendaknya dimulai dengan usaha membangkitkan minat. Minat harus senantiasa dijaga selama proses belajar mengajar berlangsung. Karena minat itu mudah sekali berkurang atau hilang selama proses belajar mengajar.

Selain itu juga, minat sangat berpengaruh terhadap belajar, sebab bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya. Karena tidak ada daya tarik baginya (Slameto, 1995: 57). Hal ini senada dengan pendapat Moh. Uzer Usman (1998: 27):

Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya, tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu.

 Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan, bahwa minat belajar adalah keterlibatan sepenuhnya seseorang dengan segenap kegiatan pikiran secara penuh perhatian untuk memperoleh pengetahuan dan mencapai pemahaman tentang ilmu pengetahuan dan mencapai pemahaman tentang ilmu pengatahuan yang dituntutnya  karena minat belajar merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kaitannya dengan belajar.

C. Fungsi Minat Dalam Belajar

Dalam hal fungsi minat dalam belajar The Liang Gie (1998: 28) mengemukakan bahwa minat merupakan salah satu faktor untuk meraih sukses dalam belajar. Secara lebih terinci arti dan peranan penting minat dalam kaitannya dengan pelaksanaan belajar atau studi ialah:

  1. Minat melahirkan perhatian yang serta merta
  2. Minat memudahkan terciptanya konsentrasi
  3. Minat mencegah gangguan perhatian di luar
  4. Minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan
  5. Minat memperkecil kebosanan belajar dalam diri sendiri.

 Rincian penjelasannya akan diuraikan sebagai berikut:

1. Minat melahirkan perhatian yang serta merta

 Perhatian seseorang terhadap sesuatu hal dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu perhatian yang serta merta, dan perhatian yang dipaksakan, perhatian yang serta merta secara spontan, bersifat wajar, mudah bertahan, yang tumbuh tanpa pemaksaan dan kemauan dalam diri seseorang, sedang perhatian yang dipaksakan harus menggunakan daya untuk berkembang dan kelangsungannya.

Menurut Jhon Adams yang dikutif The Liang Gie (1998: 29) mengatakan bahwa jika seseorang telah memiliki minat studi, maka saat itulah perhatiannya tidak lagi dipaksakan dan beralih menjadi spontan. Semakin besar minat seseorang, maka akan semakin besar derajat spontanitas perhatiannya. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Ahmad Tafsir (1992: 24) bahwa minat telah muncul maka perhatian akan mengikutinya. Tetapi sama dengan minat perhatian mudah sekali hilang.

Pendapat di atas, memberikan gambaran tentang eratnya kaitan antara minat dan perhatian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan perhatian seseorang dalam hal ini siswa terhadap sesuatu, maka terlebih dahulu harus ditingkatkan minatnya.

2. Minat memudahkan terciptanya konsentrasi

Minat memudahkan terciptanya konsentrasi dalam pikiran seseorang. Perhatian serta merta yang diperoleh secara wajar dan tanpa pemaksaam tenaga kemampuan seseorang memudahkan berkembangnya konsentrasi, yaitu memusatkan pemikiran terhadap sesuatu pelajaran. Jadi, tanpa minat konsentrasi terhadap pelajaran sulit untuk diperhatikan (The Liang Gie, 1998: 29). Pendapat senada dikemukakan oleh Winkel (1996: 183) bahwa konsentrasi merupakan pemusatan tenaga dan energi psikis dalam menghadapi suatu objek, dalam hal ini peristiwa belajar mengajar di kelas. Konsentrasi dalam belajar berkaitan dengan kamauan dan hasrat untuk belajar, namun konsentrasi dalam belajar dipengaruhi oleh perasaan siswa dan minat dalam belajar.

Pendapat-pendapat di atas, memberi gambaran bahwa tanpa minat konsentrasi terhadap pelajaran sulit dipertahankan.

3. Minat mencegah gangguan perhatian di luar

Minat studi mencegah terjadinya gangguan perhatian dari sumber luar misalnya, orang berbicara. Seseorang mudah terganggu perhatiannya atau sering mengalami pengalihan perhatian dari pelajaran kepada suatu hal yang lain, kalau minat studinya kecil. Dalam hubungan ini Donald Leired (The Liang Gie, 1998: 30) menjelaskan bahwa gangguan-gangguan perhatian seringkali disebabkan oleh sikap bathin karena sumber-sumber gangguan itu sendiri. Kalau seseorang berminat kacil bahaya akan diganggu perhatiannya.

4. Minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan

Bertalian erat dengan konsentrasi terhadap pelajaran ialah daya mengingat bahan pelajaran. Pengingatan itu hanya mungkin terlaksana kalau seseorang berminat terhadap pelajarannya. Seseorang kiranya pernah mengalami bahwa bacaan atau isi ceramah sangat mencekam perhatiannya atau membangkitkan minat seantiasa teringat walaupun hanya dibaca atau disimak sekali. Sebaliknya, sesuatu bahan pelajaran yang berulang-ulang dihafal mudah terlupakan, apabila tanpa minat (The Liang Gie, 1998: 30). Anak yang mempunyai minat dapat menyebut bunyi huruf, dapat mengingat kata-kata, memiliki kemampuan membedakan dan memiliki perkembangan bahasa lisan dan kosa kata yang memadai.

Penadapat di atas, menunjukkan terhadap belajar memiliki peranan memudahkan dan menguatkan melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan.

5. Minat memperkecil kebosanan belajar dalam diri sendiri.

Segala sesuatu yang menjemukan, membosankan, sepele dan terus menerus berlangsung secara otomatis tidak akan bisa memikat perhatian (Kartini Kartono, 1996: 31). Pendapat senada dikemukakan oleh The Liang Gie (1998: 31) bahwa kejemuan melakukan sesuatu atau terhadap sesuatu hal juga lebih banyak berasal dari dalam diri seseorang daripada bersumber pada hal-hal di luar dirinya. Oleh karena itu, penghapusan kebosanan dalam belajar dari seseorang juga hanya bisa terlaksana dengan jalan pertama-tama menumbuhkan minat belajar dan kemudian meningkatkan minat itu sebesar-besarnya.

D. Faktor-faktor Yang dapat Menumbuhkan Minat Dalam Belajar

Pada dasarnya  faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap minat belajar ada dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Karena itu  pembahasan lebih lanjut akan didasarkan pada kedua faktor tersebut.

1. Faktor Internal

Manusia itu merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna bila dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Akibat dari unsure kehidupan yang ada pada manusia, manusia berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, baik perubahan-perubahan dalam segi fisiologis maupun perubahan-perubahan dalam segi psikologis. Perubahan-perubahan tersebut dapat dipengaruhi dari dalam dan dari luar diri manusia itu sendiri.

Faktor dari dalam yang dapat mempengaruhi minat belajar dapat berupa perkembangan kejiwaan siswa. Andi Mappiare (1982: 83) mengatakan bahwa terdapat perbedaan yang besar antara objek minat remaja putera dengan objek remaja puteri. Misalnya dalam bentuk-bentuk permainan, pekerjaan yang ditekuninya, pengisian waktu luang dan sebagainya. Dengan demikian, pendapat Andi Mappiare ini memberikan pengertian bahwa minat belajar dipengaruhi oleh jenis kelamin.

Dalam hal ini Slameto (1995: 54) berpendapat bahwa ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi minat belajar, yakni faktor jasmani, faktor psikologis dan faktor kelelahan.

1)      Faktor Jasmani

  • Faktor kesehatan,  sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat, kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya.
  • Cacat tubuh, yang berarti sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh atau badan seperti buta, tuli, patah kaki, patah tangan dan lain-lain.

2)      Faktor Psikologis

Sekurang-kurangnya  ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar siswa. Faktor-faktor itu adalah intelegensi, perhatian, minat bakat, kematangan dan kesiapan.

3)      Faktor Kelelahan

Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

  • Kelelahan jasmani, kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk  membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena  kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak atau kurang lancar pada bagian-bagian tertentu.
  • Kelelahan rohani, kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu yang hilang.

 Dari uraian di atas, dapatlah dipahami bahwa keadaan jasmani, rohani dan kelelahan itu mempengaruhi minat seseorang terhadap sesuatu. Begitu pula pada belajar, ketiga faktor tersebut sangat mempengaruhi minat seseorang untuk belajar sesuatu mata pelajaran. Agar siswa memiliki minat belajar yang baik haruslah ketiga faktor tersebut dalam keadaan baik pula.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal atau lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berada di luar diri anak. Dalam kaitan dengan proses belajar mengajar di sekolah faktor lingkunganlah yang paling dominan mempengaruhi minat belajar siswa yaitu menyangkut tujuan belajar, guru, bahan pelajaran, metode mengajar dan media pengajaran. Adapun faktor eksternal itu meliputi:

1)      Tujuan Pengajaran

Tujuan pengajaran mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, karena tujuan dapat mengarahkan usaha-usaha guru dalam mengajar. Dengan adanya tujuan, guru akan selalu siap mengajar dan membawa anak pada proses belajar. Tujuan pengajaran juga merupakan pedoman dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Tujuan dapat pula membangkitkan minat belajr siswa sebab dengan adanya tujuan ini seorang siswa akan berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut. Oleh karena itu, sebelum memulai pelajaran, seorang guru hendaknya memberitahukan tujuan-tujuan atau aspek-aspek yang harus dikuasai oleh siswa setelah pelajaran itu selesai.

 2)      Guru yang Mengajar

Minat siswa  dalam belajar akan dipengaruhi akan mengurangi minat belajar siswa, sebaliknya guru yang berpenampilan menarik akan membangkitkan siswa dalam belajar.

Interaksi guru  dengan siswapun memegang peranan dalam membangkitkan minat belajar siswa. Seorang guru yang akrab dengan siswanya akan cenderung disukai oleh siswa. Sehubungan dengan hal tersebut. Slameto (1995: 66) mengatakan bahwa di dalam relasi (guru dengan siswa) yang baik, siswa akan menyukai berusaha mempelajari sebaik-baiknya. Hal tersebut juga terjadi sebaliknya, jika siswa membenci gurunya, ia segan mempelajari mata pelajaran yang diberikannya, akibat pelajarannya tidak maju.

3)      Bahan Pelajaran

Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena  tidak ada daya tarik baginya. Ia segan untuk belajar, ia tidak memperoleh kepuasan dari belajar itu. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kegiatan belajar (Slameto, 1995: 57).

Bahan pelajaran sebagaimana yang dikatakan Nana Sudjana (1995: 67) adalah isi yang diberikan siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Melalui bahan pelajaran ini siswa diantarkan kepada tujuan pengajaran. Dengan perkataan lain tujuan yang akan dicapai siswa diwarnai dan dibentuk oleh bahan pelajaran.

4)      Metode Pengajaran

Dalam penyampaian materi atau bahan pelajaran kepada siswa, seorang guru hendaknya memilih dan mempergunakan metode mengajar yang sesuai dengan sifat bahan pelajaran, serta situasi kondisi kelas. Menggunakan metode mengajar ini sangat mempengaruhi minat belajar siswa. Seorang guru yang menggunakan metode ceramah misalnya, secara kontinu di dalam setiap kegiatan belajar mengajar dikelas, akan menimbulkan kebosanan bagi siswa. Sebaliknya seorang guru menggunakan metode yang berpariasi serta sesuai dengan situasi dan kondisi kelas, akan menimbulkan minat siswa untuk belajar dengan aktif. Tetapi apabila metode yang digunakan tidak sesuai dengan perkembangan jiwa anak, akan menimbulkan kesukaran bagi anak untuk menerima pelajaran yang disampaikan guru serta mengurangi minat belajarnya. Dengan kata lain penggunaan metode mengajar yang kurang baik itu  dapat terjadi misalnya karena guru kurang kesiapan dan kurang menguasai bahan-bahan pelajaran sehingga guru tersebut menyajikan tidak jelas atau sikap guru terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik, sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran atau gurunya.

5)      Media Pengajaran

Media pengajaran yang dipergunakan guru bermanfaat sekali guna memperjelas materi yang akan disampaikan kepada siswa dan mencegah terjadinya verbalitas, karena dengan adanya media pengajaran menarik pehatian siswa sehingga menimbulkan rasa senang dalam belajar. Sehubungan dengan hal tersebut (Nana Sudjana, 1995: 5) mengatakan bahwa alat peraga atau media dalam mengajar memegang peranan untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Selain itu juga, dengan alat peraga atau media bahan dapat mudah dipahami oleh siswa.

6)      Lingkungan

Siswa akan berminat terhadap suatu pelajaran, jika ia berada dalam suatu situasi atau lingkungan yang mendorong tumbuhnya minat tersebut. Sebagaimana dikatakan Slameto (1995: 7) bahwa tempat belajar hendaknya tenang, jangan diganggu oleh perangsang-perangsang dari sekitar, karena untuk belajar diperlukan konsentrasi pikiran, jangan sampai belajar sambil mendengarkan. Sebaliknya keadaan yang terlampau menyenangkanpun akan dapat merugikan.

D. Indikator Minat Belajar

Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari untuk sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya karena tidak ada daya tarik baginya (Slameto, 1995: 57).

Usman Effendi dan Juhaya S. Praja (1989: 72) berpendapat bahwa minat itu dapat ditimbulkan dengan cara sebagai berikut:

  1. Membangkitkan suatu kebutuhan misalnya, kebutuhan untuk menghargai keindahan, untuk mendapatkan penghargaan dan sebagainya.
  2. Menghubungkan dengan pengalaman-pengalaman yang lampau
  3. Memberikan kesempatan mendapat hasil yang baik “Nothing succes like success” atau mengetahui sukses yang diperoleh individu itu sebab success akan memberikan rasa puas.

 Selanjutnya, akan memperoleh ukuran dan data minat belajar siswa, kunci pokoknya adalah dalam mengetahui indikatornya. Indikator minat belajar terdiri dari perbuatan, perhatian dan perasaan senang.

1. Partisipasi/Perbuatan

Minat yang telah muncul, diikuti oleh tercurahnya perhatian pada kegiatan belajar mengajar, dengan sendirinya telah membawa murid ke suasana partisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar (Ahmad Tafsir, 1992: 24).

Kegiatan berpartisipasi aktif tidak selalu berupa gerakan-gerakan badaniah. Murid-murid yang ikut aktif secara aqliyah atau secara bathiniyah dalam proses pengajaran. Sementara itu, Bernard yang dikutif Sardiman A.M. (1996: 76) mengatakan bahwa minat tidak timbul secara tiba-tiba atau spontan melainkan timbul akibat dari partisipasi. Jadi, jelas bahwa soal minat akan selalu berkait dengan soal kebutuhan atau keinginan. Oleh karena itu, yang penting bagimana menciptakan kondisi tertentu agar siswa selalu aktif dan ingin terus belajar.

2. Perhatian

Perhatian merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan pemulihan rangsangan yang datang dari lingkungannya (Slameto, 1996: 183) mengemukakan bahwa istilah perhatian dapat berarti sama dengan konsentrasi, dapat pula minat momentan, yaitu perasaan tertarik pada suatu masalah yang sedang dipelajari. Konsentrasi dalam belajar dipengaruhi oleh perasaan siswa dalam minatnya terhadap belajar. Siswa yang berperasaan tidak senang dalam belajar dan tidak berminat dalam materi pelajaran. Akan mengalami kesulitan dalam memusatkan tenaga dan energinya. Sebaliknya siswa yang berperasaan senang dan berminat akan mudah berkonsentrasi dalam belajar. Senada dengan pendapat di atas Agus Sujanto (1991: 89) menyatakan bahwa perhatian adalah konsentrasi atau aktifitas jiwa kita terhadap pengamatan, pengertian dan sebagainya. Dengan mengenyampingkan yang lain dari pada itu.

3. Perasaan

Perasaan adalah suatu pernyataan jiwa yang sedikit banyak yang bersifat subjektif, untuk merasakan senang atau tidak senang dan yang tidak bergantung pada perangsang dan alat-alat indra (Agus Sujanto, 1991: 75). Sementara itu Kartini Kartono (1996: 87) menyebut perasaan dengan istilah rencana. Maka merasa itu adalah kemampuan untuk menghayati perasaan atau rencana. Rencana itu bergantung kepada (a) isi-isi kesadaran, (b) kepribadian, (c) kondisi psikisnya. Ringkasnya, rencana ini merupakan reaksi-reaksi rasa dari segenap organisme psiko fisik manusia.

W.S. Winkel (1996: 187) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perasaan di sini, adalah perasaan momentan dan intensional. Momentan berarti bahwa perasaan pada saat-saat tertentu, intensional; berarti bahwa reaksi perasaan diberikan terhadap sesuatu, seseorang atau situasi tertentu. Apabila situasi berubah, maka perasaan berganti pula sehingga perasaan momentan dan intensional dapat digolongkan ke dalam perasaan tidak senang. Antara minat dan berperasaan senang terdapat hubungan timbal balik, sehingga tidak mengherankan kalau siswa yang berperasaan tidak senang juga akan kurang berminat dan sebaliknya.

Senin, 29 Juli 2013

PENDEKATAN DAN TEKNIK DALAM BIMBINGAN KONSELING





A.    Pengertian Pendekatan dan teknik dalam BK



Konselor penanganan masalah, tanpa didukung oleh penguasaan pendekatan, strategi dan  teknik-teknik konseling yang memadai, niscaya bantuan yang diberikan kepada siswa yang bermasalah (klien) tidak akan berjalan efektif.
Pengertian pendekatan menurut istilah bahasa (Kamus Besar Bahasa Indonesia; 2002) adalah (1) proses, perbuatan, cara mendekati; (2) usaha dalam rangka aktivitas  penelitian untuk mengadakan hubungan  dengan yang diteliti,. Strategi adalah rencana yang cermat mengenai legiatan untuk mencapai sasaran khusus.  Sedangkan teknik adalah cara (kepandaian, ketrampilan dsb) membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan hal yang dikerjakan; atau istilah lain adalah metode/sistim untuk mengerjakan sesuatu.
Memahami tentang pengertian di atas, maka penerapan pendekatan, strategi dan teknik dalam proses bimbingan dan penyuluhan adalah proses perbuatan seseorang (konsekor) untuk berhubungan dengan seseorang (klien) yang dilakukan  secara dekat dalam rangka untuk menggali permasalahan dengan metode yang terencana secara cermat agar memperoleh hasil sesuai dengan yang diinginkan
           

  B. Macam-Macam Pendekatan Konseling           



Dalam proses bimbingan dan konseling, dapat dilakukan dengan berbagai Pendekatan dan Teknik. Dibawah ini disebutkan beberapa pendekatan dan teknik menurut teori-teori yang dikemukkan oleh para ahli:



1. Pendekatan dan Teknik Konseling Menurut Gestalt  (Pendekatan Konseling Gestalt  )



a. Konsep Dasar

Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya

Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah :

(1) tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya,

(2) merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu,

(3) aktor bukan reaktor,

(4) berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya,

(5) dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab,

(6) mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.

Dalam pendekatan ini, kecemasan dipandang sebagai “kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian”. Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan.

Dalam pendekatan gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai (unfinished business), yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan di bawa pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak terungkapkan itu.



b. Tujuan Konseling



Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.

Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.



Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut:

a. Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.

b. Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya

c. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)

d. Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.



d. Deskripsi Proses Konseling

Fokus utama konseling gestalt adalah terletak pada bagaimana keadaan klien sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya. Oleh karena itu tugas konselor adalah mendorong klien untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya serta mau mencoba menghadapinya. Dalam hal ini perlu diarahkan agar klien mau belajar menggunakan perasaannya secara penuh. Untuk itu klien bisa diajak untuk memilih dua alternatif, ia akan menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang.

Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun memberi nasihat.

Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuan agar klien menjadi matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatn yang menyebabkan klien tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini, fungsi konselor adalah membantu klien untuk melakukan transisi dari ketergantungannya terhadap faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan klien.

Pada saat klien mengalami gejala kesesatan dan klien menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila, maka tugas konselor adalah membuat perasaan klien untuk bangkit dan mau menghadapi ketersesatannya sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.



2. Pendekatan  Konseling Menurut Psikoanalisis  ( Pendekatan Konseling Psikoanalisis )



a. Konsep Dasar

Freud berpendapat bahwa manusia berdasar pada sifat-sifat:

(1) Anti rasionalisme

(2) Mendasari tindakannya dengan motivasi yang tak sadar, konflik dan simbolisme.

(3) Manusia secara esensial bersifat biologis, terlahir dengan dorongan-dorongan instingtif, sehingga perilaku merupakan fungsi yang di dalam ke arah dorongan tadi. Libido atau eros mendorong manusia ke arah pencarian kesenangan, sebagai lawan lawan dari Thanatos

(4) Semua kejadian psikis ditentukan oleh kejadian psikis sebelumnya.

(5) Kesadaran merupakan suatu hal yang tidak biasa dan tidak merupakan proses mental yang berciri biasa.

(6) Pendekatan ini didasari oleh teori Freud, bahwa kepribadian seseorang mempunyai tiga unsur, yaitu id, ego, dan super ego





b. Tujuan Konseling

(1)  Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus menerus dari pada mekanisme penyesuaian diri mereka sendiri

(2) Membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tak disadari menjadi sadar kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan pengenalan pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata, disikusikan, dianalisis dan ditafsirkan sehingga kepribadian klien bisa direkonstruksi lagi.

c. Deskripsi Proses Konseling

(1). Fungsi konselor

(a) Konselor berfungsi sebagai penafsir dan penganalisis

(b) Konselor bersikap anonim, artinya konselor berusaha tak dikenal klien, dan bertindak sedikit sekali memperlihatkan perasaan dan pengalamannya, sehingga klien dengan mudah dapat memantulkan perasaannya untuk dijadikan sebagai bahan analisis.

(2). Langkah-langkah yang ditempuh :

(a) Menciptakan hubungan kerja dengan klien

(b) Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya dan melakukan transferensi.

(c) Tilikan terhadap masa lalu klien terutama pada masa kanak-kanaknya

(d) Pengembangan reesitensi untuk pemahaman diri

(e) Pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor.

(f) Melanjutkan lagi hal-hal yang resistensi.

(g) Menutup wawancara konseling




a. Konsep Dasar

Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian.

Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar :

(1) pembiasaan klasik;

(2) pembiasaan operan;

(3) peniruan.

Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang diperolehnya.

Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.

Karakteristik konseling behavioral adalah :

(1) berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik,

(2) memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling,

(3) mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien, dan

(4) penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.



c. Tujuan Konseling

Mengahapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untukdigantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien.

Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik :

(1) diinginkan oleh klien;

(2) konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut;

(3) klien dapat mencapai tujuan tersebut;

(4) dirumuskan secara spesifik

Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.

d. Deskripsi Proses Konseling

Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut.

Konselor aktif :

(1). Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor dapat membantu pemecahannya atu tidak

(2). Konselor memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling

(3). Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.




a. Konsep Dasar

Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat personal, dan irasional.Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.

Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.

Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.

Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.

Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.



d. Deskripsi Proses Konseling

Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan klien.

Tugas konselor menunjukkan bahwa:

(1). Masalahnya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak rasional

(2) Usaha untuk mengatasi masalah adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan.

Operasionalisasi tugas konselor :

(a) lebih edukatif-direktif kepada klien, dengan cara banyak memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada tahap awal mengkonfrontasikan masalah klien secara langsung;

(b) menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara berpikir klien, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri dengan gigih dan berulang-ulang menekankan bahwa ide irrasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada klien;

(c) mendorong klien menggunakan kemampuan rasional dari pada emosinya;

(d) menggunakan pendekatan didaktif dan filosofis menggunakan humor dan “menekan” sebagai jalan mengkonfrontasikan berpikir secara irasional.

C. Teknik Konseling

Teknik-teknik konseling yang dilakukan dalam penanganan Bimbingan dan Konseling dapat dikelompokkan  sebagai berikut:

1. Teknik Konseling meneurut pandangan teori psikologi:

a. Teknik Konseling Gestalt

Hubungan personal antara konselor dengan klien merupakan inti yang perlu diciptakan dan dikembangkan dalam proses konseling. Dalam kaitan itu, teknik-teknik yang dilaksanakan selama proses konseling berlangsung adalah merupakan alat yang penting untuk membantu klien memperoleh kesadaran secara penuh.

Prinsip Kerja Teknik Konseling Gestal

(1) Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor menekankan bahwa konselor bersedia membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.

(2) Orientasi Sekarang dan Di Sini, dalam proses konseling konselor tidak merekonstruksi masa lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa lalu tidak penting. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang. Dalam kaitan ini pula konselor tidak pernah bertanya “mengapa”.

(3) Orientasi Eksperiensial, konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya, sehingga dengan demikian klien mengintegrasikan kembali dirinya:

(a) klien mempergunakan kata ganti personal klien mengubah kalimat pertanyaan menjadi pernyataan;

(b) klien mengambil peran dan tanggung jawab;

(c)  klien menyadari bahwa ada hal-hal positif dan/atau negative pada diri atau tingkah lakunya

(4) Permainan Dialog

Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya :

(a) kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak;

(b) kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh;

(c) kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”

(d) kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung;

(e) kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah

Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.

(5) Latihan Saya Bertanggung Jawab

Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain.

Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.

Misalnya :

“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”

“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab ketidaktahuan itu”.

“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”.

Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.

(6) Bermain Proyeksi

Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain.Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya.

Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.

(7) Teknik Pembalikan

Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.

Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.

(8) Tetap dengan Perasaan

Teknik dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.



b. Teknik Konseling Psikoanalisis

(1). Asosiasi bebas.

Asosiasi bebas yaitu  teknik dengan mengupayakan klien untuk menjernihkan atau mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang, sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya. Klien diminta mengutarakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya. Tujuan teknik ini adalah agar klien mengungkapkan pengalaman masa lalu dan menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lalu. Hal ini disebut juga katarsis.

(2). Analisis mimpi

Analisis mimpi yaitu teknik mengarahkan  klien diminta untuk mengungkapkan tentang berbagai kejadian dalam mimpinya dan konselor berusaha untuk menganalisisnya. Teknik ini digunakan untuk menilik masalah-masalah yang belum terpecahkan. Proses terjadinya mimpi adalah karena pada waktu tidur pertahanan ego menjadi lemah dan kompleks yang terdesak pun muncul ke permukaan. Menurut Freud, mimpi ini ditafsirkan sebagai jalan raya mengekspresikan keinginan-keinginan dan kecemasan yang tak disadari.

(3). Interpretasi

Interpretasi yaitu teknik mengungkap apa yang terkandung di balik apa yang dikatakan klien, baik dalam asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien. Konselor menetapkan, menjelaskan dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang termanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resitensi dan transferensi.

(4). Analisis resistensi;

Resistensi yaitu teknik konseling dengan cara penolakan. Analisis resistensi ditujukan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya penolakannya (resistensi). Konselor meminta perhatian klien untuk menafsirkan resistensi

(5). Analisis transferensi.

Analisis transferensi yaitu teknik konseling dengan mengalihkan perasaan dan harapan, bisa berupa perasaan dan harapan masa lalu. Dalam hal ini, klien diupayakan untuk menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu terkait dengan cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan yang oleh klien dibawa ke masa sekarang dan dilemparkan ke konselor. Biasanya klien bisa membenci atau mencintai konselor. Konselor menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif agar bisa terungkap tranferensi tersebut.



c. Teknik-teknik Konseling Behavioral

(1). Latihan Asertif

Teknik ini dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.

(2). Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.

(3). Pengkondisian Aversi

Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.

Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.

(4). Pembentukan Tingkah laku Model

Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

d. Teknik Konseling Rasional Emotif

Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut:

(1). Teknik-Teknik Emotif (Afektif)

(a) Assertive adaptive

Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.

(b) Bermain peran

Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.

(c) Imitasi

Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.

(2). Teknik-teknik Behavioristik

(a) Reinforcement

Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif.

Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.

(b) Social modeling

Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.



(3). Teknik-teknik Kognitif

(a) Home work assigments,

Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan.

Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan

Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor

Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.

(b) Latihan assertive

Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial.

Maksud utama teknik latihan assertive adalah :

- mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya;

- membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain;

mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan

meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.



2. Teknik Umum Konseling

Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum, diantaranya :


a. Perilaku Attending

Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat :

(1). Meningkatkan harga diri klien.

(2) Menciptakan suasana yang aman

(3) Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.

                            Contoh perilaku attending yang baik :

(a) Kepala : melakukan anggukan jika setuju

(b) Ekspresi wajah : tenang, ceria, senyum

(c) Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.

(d) Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.

(4) Mendengarkan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.

                            Contoh perilaku attending yang tidak baik :

(a) Kepala : kaku

(b) Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.

(c) Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.

(5) Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara.

(6) Perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.



b. Empati

Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.


Terdapat dua macam empati, yaitu :

1) Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.

Contoh ungkapan empati primer :” Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. ” Saya dapat memahami pikiran Anda”.” Saya mengerti keinginan Anda”.

2) Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya.

Contoh ungkapan empati tingkat tinggi : Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”.

c. Refleksi

Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu :

1) Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.

     Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan adalah ….”

2) Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.

       Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan…”

3) Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.

     Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan suatu…”

d. Eksplorasi

Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu :

(1)  Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan.

     Contoh :” Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan ….”

(2) Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien.

     Contoh : ” Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bekerja”.

(3)  Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien.

     Contoh :” Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui.  Namun saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”

e. Menangkap Pesan (Paraphrasing)

Menangkap Pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor.

Tujuan paraphrasing adalah :

(1) untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien;

(2) mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ;

(3) memberi arah wawancara konseling; dan

(4) pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.

                            Contoh dialog :

Klien : ” Itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak tahu mengapa demikian ? ”

Konselor : ” Tampaknya Anda masih ragu.”

f. Pertanyaan Terbuka (Opened Question)

Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.

Contoh : ” Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan? ”

g. Pertanyaan Tertutup (Closed Question)

Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk :

(1) mengumpulkan informasi;

(2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan

(3) menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.

Contoh dialog :

Klien : ”Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan”.

Konselor: ”Biasanya Anda menempati peringkat berapa ? ”.

Klien : ” Empat ”

Konselor: ” Sekarang berapa ? ”

Klien : ” Sebelas ”

h. Dorongan minimal (Minimal Encouragement)

Dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh…, ya…., lalu…, terus….dan…

Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.

Contoh dialog :

Klien : ” Saya putus asa… dan saya nyaris… ” (klien menghentikan pembicaraan)
Konselor: ” ya…”

Klien : ” nekad bunuh diri”

Konselor: ” lalu…”



i. Interpretasi

Yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.

Contoh dialog :

Klien : ” Saya pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan perhatian membantu orang tua merupakan bakti saya pada keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan biaya.”

Konselor : ” Pendidikan tingkat SMTA pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua warga negara. Terutama hidup di kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak, maka dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua memang harus, namun mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong akan meninggalkan SMTA”.

j. Mengarahkan (Directing)

Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.

Klien : ” Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi menahan diri. Akhirnya terjadi pertengkaran sengit.”

Konselor : ” Bisakah Anda mencobakan di depan saya, bagaimana sikap dan kata-kata ayah Anda jika memarahi Anda.”

k. Menyimpulkan Sementara (Summarizing)

Yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk :

(1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan;

(2) menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap;

(3) meningkatkan kualitas diskusi;

(4) mempertajam fokus pada wawancara konseling.

Contoh :

” Setelah kita berdiskusi beberapa waktu alangkah baiknya jika simpulkan dulu agar semakin jelas hasil pembicaraan kita. Dari materi materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita sudah sampai pada dua hal: pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua, namun masih ada hambatan yang akan hadapi, yaitu : sikap orang tua Anda yang menginginkan Anda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana tuntutan dari perusahaan yang akan Anda masuki.”



                            Selain teknik konseling secara umum yang telah disebut di atas, ada juga teknik konseling yang lain di antaranya adalah:

a. Memimpin (leading)

                            Yaitu teknik untuk mengarahkan pembicaraan dalam wawancara konseling sehingga tujuan konseling .

Contoh dialog :

Klien :” Saya mungkin berfikir juga tentang masalah hubungan dengan pacar. Tapi bagaimana ya?”

Konselor : ” Sampai ini kepedulian Anda tertuju kuliah kuliah sambil bekerja. Mungkin Anda tinggal merinci kepedulian itu. Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka kepedulian Anda juga ?”

b. Fokus

                            Yaitu teknik untuk membantu klien memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan. Pada umumnya dalam wawancara konseling, klien akan mengungkapkan sejumlah permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, konselor seyogyanya dapat membantu klien agar dia dapat menentukan apa yang fokus masalah. Misalnya dengan mengatakan :

” Apakah tidak sebaiknya jika pokok pembicaraan kita berkisar dulu soal hubungan Anda dengan orang tua yang kurang harmonis ”.

Ada beberapa yang dapat dilakukan, diantaranya :

1.                  Fokus pada diri klien. Contoh : ” Tanti, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan ”.

2.                  Fokus pada orang lain. Contoh : ” Roni, telah membuat kamu menderita, Terangkanlah tentang dia dan apa yang telah dilakukannya ?”

3.                  Fokus pada topik. Contoh : ” Pengguguran kandungan ? Kamu memikirkan aborsi ? Pikirkanlah masak-masak dengan berbagai pertimbangan”.

4.                  Fokus mengenai budaya. Contoh: ” Mungkin budaya menyerah dan mengalah pada laki-laki harus diatas sendiri oleh kaum wanita. Wanita tak boleh menjadi obyek laki-laki.”

c. Konfrontasi

                                    Yaitu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi antara perkataan dengan perbuatan atau bahasa badan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya adalah :

(1) mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur;

(2) meningkatkan potensi klien;

(3) membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi; konflik, atau kontradiksi dalam dirinya.

                                    Penggunaan teknik ini hendaknya dilakukan secara hati-hati, yaitu dengan :

(1) memberi komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara dan waktu yang tepat;

(2) tidak menilai apalagi menyalahkan;

(3) dilakukan dengan perilaku attending dan empati.

Contoh dialog :

Klien : ” Saya baik-baik saja”.(suara rendah, wajah murung, posisi tubuh gelisah).”

Konselor :” Anda mengatakan baik-baik saja, tapi kelihatannya ada yang tidak beres”. ”Saya melihat ada perbedaan antara ucapan dengan kenyataan diri ”.

d. Menjernihkan (Clarifying)

                                    Yaitu teknik untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien yang samar-samar, kurang jelas dan agak meragukan. Tujuannya adalah :

 (1) mengundang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis,

(2) agar klien menjelaskan, mengulang dan mengilustrasikan perasaannya.

Contoh dialog :

Klien : ” Perubahan yang terjadi di keluarga saya membuat saya bingung. Saya tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin di rumah itu.”

Konselor : ”Bisakah Anda menjelaskan persoalan pokoknya ? Misalnya peran ayah, ibu, atau saudara-saudara Anda.”

e. Memudahkan (facilitating)

                                    Yaitu teknik untuk membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas. Contoh :

” Saya yakin Anda akan berbicara apa adanya, karena saya akan mendengarkan dengan sebaik-baiknya.”

f. Diam

                                    Teknik diam dilakukan dengan cara attending, paling lama 5 – 10 detik, komunikasi yang terjadi dalam bentuk perilaku non verbal. Tujuannya adalah:

(1) menanti klien sedang berfikir;

(2) sevagai protes jika klien ngomong berbelit-belit;

(3) menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien babas bicara.

Contoh dialog :

Klien :”Saya tidak senang dengan perilaku guru itu”

Konselor :”…………..” (diam)

Klien :” Saya..harus bagaimana.., Saya.. tidak tahu..

Konselor :”…………..” (diam)



g. Mengambil Inisiatif

                                    Teknik ini dilakukan manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam, dan kurang parisipatif. Konselor mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi. Teknik ini bertujuan :

(1) mengambil inisiatif jika klien kurang semangat;

(2) jika klien lambat berfikir untuk mengambil keputusan;

(3) jika klien kehilangan arah pembicaraan.

Contoh:

” Baiklah, saya pikir Anda mempunyai satu keputusan namun masih belum keluar. Coba Anda renungkan kembali”.

h. Memberi Nasehat

                                    Pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam memberi nasehat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni kemandirian klien harus tetap tercapai.

Contoh respons konselor terhadap permintaan klien : ” Apakah hal seperti ini pantas saya untuk memberi nasehat Anda ? Sebab, dalam hal seperti ini saya yakin Anda lebih mengetahuinya dari pada saya.”

i. Pemberian informasi

                                    Sama halnya dengan nasehat, jika konselor tidak memiliki informasi sebaiknya dengan jujur katakan bahwa dia mengetahui hal itu. Kalau pun konselor mengetahuinya, sebaiknya tetap diupayakan agar klien mengusahakannya.

Contoh :

” Mengenai berapa biaya masuk ke Universitas Pendidikan Indonesia, saya sarankan Anda bisa langsung bertanya ke pihak UPI atau Anda berkunjung ke situs www.upi.com di internet”.

j. Merencanakan

                                    Teknik ini digunakan menjelang akhir sesi konseling untuk membantu agar klien dapat membuat rencana tindakan (action), perbuatan yang produktif untuk kemajuan klien.

Contoh :

” Nah, apakah tidak lebih baik jika Anda mulai menyusun rencana yang baik berpedoman hasil pembicaraan kita sejak tadi ”

k. Menyimpulkan

Teknik ini digunakan untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang menyangkut :

(1) bagaimana keadaan perasaan klien saat ini, terutama mengenai kecemasan;

(2) memantapkan rencana klien;

(3) pemahaman baru klien; dan

(4) pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikutnya, jika dipandang masih perlu dilakukan konseling lanjutan.


Dalam konseling, di samping menggunakan teknik-teknik umum, dalam hal-hal tertentu dapat menggunakan teknik-teknik khusus. Teknik-teknik khusus ini dikembangkan dari berbagai pendekatan konseling, seperti pendekatan Behaviorisme, Rational Emotive Theraphy, Gestalt dan sebagainya

Di bawah disampaikan beberapa teknik – teknik khusus konseling, yaitu :

a. Latihan Asertif

                                         Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.

b. Desensitisasi Sistematis

                                         Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakekatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.

c. Pengkondisian Aversi

                                         Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.

d. Pembentukan Perilaku Model

                                         Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk Perilaku baru pada klien, dan memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis perilaku yang hendak dicontoh. Perilaku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

e. Permainan Dialog

                                         Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya :

     Kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak.

     Kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh.

     Kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”.

     Kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung.

     Kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.

                                         Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.

f. Latihan Saya Bertanggung Jawab

                                         Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.

     Misalnya :

     “Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”

     “Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab atas ketidaktahuan itu”.

     “Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”

                                 Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.

g. Bermain Proyeksi

                                         Proyeksi yaitu memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain. Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.

h. Teknik Pembalikan

                                         Gejala-gejala dan perilaku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.

     Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.

i. Bertahan dengan Perasaan

                                         Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

                                         Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingkah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

                                         Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

j. Home work assigments,

                                         Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.

k. Adaptive

                                         Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.

l. Bermain peran

                                         Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.

m. Imitasi

                                         Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.