A. Pengertian Pendekatan dan teknik dalam BK
Konselor penanganan masalah, tanpa
didukung oleh penguasaan pendekatan, strategi dan
teknik-teknik
konseling yang memadai, niscaya bantuan yang diberikan kepada siswa yang bermasalah (klien) tidak akan berjalan
efektif.
Pengertian pendekatan menurut istilah bahasa (Kamus Besar
Bahasa Indonesia; 2002) adalah (1) proses, perbuatan, cara mendekati; (2)
usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan
dengan yang diteliti,. Strategi adalah rencana yang cermat mengenai legiatan
untuk mencapai sasaran khusus. Sedangkan teknik adalah cara (kepandaian,
ketrampilan dsb) membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan
hal yang dikerjakan; atau istilah lain adalah metode/sistim untuk mengerjakan
sesuatu.
Memahami tentang pengertian di atas, maka penerapan pendekatan,
strategi dan teknik dalam proses bimbingan dan penyuluhan adalah proses
perbuatan seseorang (konsekor) untuk berhubungan dengan seseorang (klien) yang
dilakukan secara dekat dalam rangka untuk menggali permasalahan dengan
metode yang terencana secara cermat agar memperoleh hasil sesuai dengan yang
diinginkan
B.
Macam-Macam Pendekatan Konseling
Dalam proses bimbingan dan konseling, dapat
dilakukan dengan berbagai Pendekatan dan Teknik. Dibawah ini disebutkan
beberapa pendekatan dan teknik menurut teori-teori yang dikemukkan oleh para
ahli:
a. Konsep Dasar
Pendekatan konseling ini
berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu
keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari
bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya,
melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut. Manusia aktif
terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah
lakunya
Setiap individu memiliki
kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk
mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas
atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini
adalah :
(1) tidak dapat dipahami, kecuali dalam
keseluruhan konteksnya,
(2) merupakan bagian dari lingkungannya dan
hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu,
(3) aktor bukan reaktor,
(4) berpotensi untuk menyadari sepenuhnya
sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya,
(5) dapat memilih secara sadar dan
bertanggung jawab,
(6) mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya
secara efektif.
Dalam pendekatan ini,
kecemasan dipandang sebagai “kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian”.
Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada
masa depan, maka mereka mengalami kecemasan.
Dalam pendekatan gestalt
terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai (unfinished business), yakni
mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan,
kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan.
Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan
ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di
dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan di
bawa pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang
efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan
bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak
terungkapkan itu.
b. Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling
Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan
maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien
haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain
menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan
kebermaknaan hidupnya.
Individu yang bermasalah
pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru
memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling
konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini
dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Secara lebih spesifik
tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut:
a. Membantu
klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau
realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.
b. Membantu
klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
c. Mengentaskan
klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur
diri sendiri (to be true to himself)
d. Meningkatkan
kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip
Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan
selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.
d. Deskripsi Proses Konseling
Fokus utama konseling
gestalt adalah terletak pada bagaimana keadaan klien sekarang serta
hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya. Oleh karena itu tugas
konselor adalah mendorong klien untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada
dirinya serta mau mencoba menghadapinya. Dalam hal ini perlu diarahkan agar
klien mau belajar menggunakan perasaannya secara penuh. Untuk itu klien bisa
diajak untuk memilih dua alternatif, ia akan menolak kenyataan yang ada pada
dirinya atau membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada
dirinya sekarang.
Konselor hendaknya
menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak, keinginan-keinginannya
untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun memberi nasihat.
Konselor sejak awal
konseling sudah mengarahkan tujuan agar klien menjadi matang dan mampu
menyingkirkan hambatan-hambatn yang menyebabkan klien tidak dapat berdiri
sendiri. Dalam hal ini, fungsi konselor adalah membantu klien untuk melakukan
transisi dari ketergantungannya terhadap faktor luar menjadi percaya akan
kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan dengan menemukan dan membuka
ketersesatan atau kebuntuan klien.
Pada saat klien mengalami
gejala kesesatan dan klien menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan dengan
cara mengungkapkan kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila, maka
tugas konselor adalah membuat perasaan klien untuk bangkit dan mau menghadapi
ketersesatannya sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.
a. Konsep Dasar
Freud berpendapat bahwa manusia berdasar pada
sifat-sifat:
(1) Anti
rasionalisme
(2) Mendasari
tindakannya dengan motivasi yang tak sadar, konflik dan simbolisme.
(3) Manusia
secara esensial bersifat biologis, terlahir dengan dorongan-dorongan
instingtif, sehingga perilaku merupakan fungsi yang di dalam ke arah dorongan
tadi. Libido atau eros mendorong manusia ke arah pencarian kesenangan, sebagai
lawan lawan dari Thanatos
(4) Semua
kejadian psikis ditentukan oleh kejadian psikis sebelumnya.
(5) Kesadaran
merupakan suatu hal yang tidak biasa dan tidak merupakan proses mental yang
berciri biasa.
(6) Pendekatan
ini didasari oleh teori Freud, bahwa kepribadian seseorang mempunyai tiga
unsur, yaitu id, ego, dan super ego
b. Tujuan Konseling
(1) Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus
menerus dari pada mekanisme penyesuaian diri mereka sendiri
(2) Membentuk kembali struktur kepribadian
klien dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tak disadari menjadi sadar
kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan pengenalan
pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata,
disikusikan, dianalisis dan ditafsirkan sehingga kepribadian klien bisa
direkonstruksi lagi.
c. Deskripsi Proses Konseling
(1).
Fungsi konselor
(a) Konselor
berfungsi sebagai penafsir dan penganalisis
(b) Konselor bersikap anonim, artinya
konselor berusaha tak dikenal klien, dan bertindak sedikit sekali
memperlihatkan perasaan dan pengalamannya, sehingga klien dengan mudah dapat
memantulkan perasaannya untuk dijadikan sebagai bahan analisis.
(2).
Langkah-langkah yang ditempuh :
(a) Menciptakan
hubungan kerja dengan klien
(b) Tahap
krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya dan melakukan
transferensi.
(c) Tilikan
terhadap masa lalu klien terutama pada masa kanak-kanaknya
(d) Pengembangan
reesitensi untuk pemahaman diri
(e) Pengembangan
hubungan transferensi klien dengan konselor.
(f) Melanjutkan
lagi hal-hal yang resistensi.
(g) Menutup
wawancara konseling
a. Konsep Dasar
Manusia adalah mahluk
reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia
memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan
interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk
kepribadian.
Tingkah laku seseorang
ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi
hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan
lingkungan melalui hukum-hukum belajar :
(1)
pembiasaan klasik;
(2)
pembiasaan operan;
(3)
peniruan.
Tingkah laku tertentu pada
individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang diperolehnya.
Manusia bukanlah hasil dari
dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat
diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah
laku.
Karakteristik konseling
behavioral adalah :
(1) berfokus pada tingkah laku yang tampak dan
spesifik,
(2) memerlukan kecermatan dalam perumusan
tujuan konseling,
(3) mengembangkan prosedur perlakuan spesifik
sesuai dengan masalah klien, dan
(4) penilaian yang obyektif terhadap tujuan
konseling.
c. Tujuan
Konseling
Mengahapus/menghilangkan tingkah laku
maldaptif (masalah) untukdigantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku
adaptif yang diinginkan klien.
Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke
dalam perilaku yang spesifik :
(1)
diinginkan oleh klien;
(2)
konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut;
(3)
klien dapat mencapai tujuan tersebut;
(4)
dirumuskan secara spesifik
Konselor dan klien bersama-sama (bekerja
sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.
d. Deskripsi Proses Konseling
Proses konseling adalah
proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut.
Konselor aktif :
(1). Merumuskan masalah yang dialami klien dan
menetapkan apakah konselor dapat membantu pemecahannya atu tidak
(2). Konselor memegang sebagian besar tanggung
jawab atas kegiatan konseling, khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan
dalam konseling
(3). Konselor mengontrol proses konseling dan
bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
a. Konsep Dasar
Manusia padasarnya adalah
unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika
berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan
kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi
tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh
evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.
Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak
logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh
prasangka, sangat personal, dan irasional.Berpikir irasional diawali dengan
belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat
dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang
digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah
dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.Perasaan dan
pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang
rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan
cara verbalisasi yang rasional.
Pandangan pendekatan
rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori
Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu
Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar
ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Antecedent
event (A) yaitu
segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu
yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian
suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan
merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief
(B) yaitu
keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu
peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional
(rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief
atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan
yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan
yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang
salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
Emotional
consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau
reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam
hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat
langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk
keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
d. Deskripsi Proses Konseling
Konseling rasional emotif
dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang
secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan
yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan klien.
Tugas konselor menunjukkan
bahwa:
(1). Masalahnya disebabkan oleh persepsi yang
terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak rasional
(2) Usaha untuk mengatasi masalah adalah harus
kembali kepada sebab-sebab permulaan.
Operasionalisasi tugas
konselor :
(a)
lebih edukatif-direktif kepada klien, dengan cara banyak memberikan cerita dan
penjelasan, khususnya pada tahap awal mengkonfrontasikan masalah klien secara
langsung;
(b)
menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara
berpikir klien, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya
sendiri dengan gigih dan berulang-ulang menekankan bahwa ide irrasional itulah
yang menyebabkan hambatan emosional pada klien;
(c)
mendorong klien menggunakan kemampuan rasional dari pada emosinya;
(d)
menggunakan pendekatan didaktif dan filosofis menggunakan humor dan “menekan”
sebagai jalan mengkonfrontasikan berpikir secara irasional.
C. Teknik Konseling
Teknik-teknik konseling yang dilakukan dalam penanganan Bimbingan
dan Konseling dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Teknik Konseling meneurut pandangan teori psikologi:
a. Teknik Konseling Gestalt
Hubungan personal antara
konselor dengan klien merupakan inti yang perlu diciptakan dan dikembangkan
dalam proses konseling. Dalam kaitan itu, teknik-teknik yang dilaksanakan
selama proses konseling berlangsung adalah merupakan alat yang penting untuk
membantu klien memperoleh kesadaran secara penuh.
Prinsip Kerja Teknik Konseling Gestal
(1)
Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor menekankan bahwa konselor bersedia
membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar
klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
(2) Orientasi Sekarang dan Di
Sini,
dalam proses konseling konselor tidak merekonstruksi masa lalu atau motif-motif
tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa
masa lalu tidak penting. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan
sekarang. Dalam kaitan ini pula konselor tidak pernah bertanya “mengapa”.
(3) Orientasi Eksperiensial,
konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan
masalah-masalahnya, sehingga dengan demikian klien mengintegrasikan kembali
dirinya:
(a) klien mempergunakan
kata ganti personal klien mengubah kalimat pertanyaan menjadi pernyataan;
(b) klien mengambil peran
dan tanggung jawab;
(c) klien menyadari
bahwa ada hal-hal positif dan/atau negative pada diri atau tingkah lakunya
(4) Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan
cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling
bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya
:
(a) kecenderungan orang tua lawan
kecenderungan anak;
(b) kecenderungan bertanggung jawab lawan
kecenderungan masa bodoh;
(c) kecenderungan “anak baik” lawan
kecenderungan “anak bodoh”
(d) kecenderungan otonom lawan kecenderungan
tergantung;
(e) kecenderungan kuat atau tegar lawan
kecenderungan lemah
Melalui dialog yang
kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan
dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan
permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi
kosong”.
(5) Latihan Saya Bertanggung Jawab
Merupakan teknik yang
dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima
perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang
lain.
Dalam teknik ini konselor
meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan
dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung jawab atas hal
itu”.
Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan
saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang
harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya
bertanggung jawab atas kemalasan itu”.
Meskipun tampaknya mekanis,
tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan klien akan
perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
(6) Bermain Proyeksi
Proyeksi artinya
memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau
melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara
memantulkannya kepada orang lain.Sering terjadi, perasaan-perasaan yang
dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya.
Dalam teknik bermain
proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal
yang diproyeksikan kepada orang lain.
(7) Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah
laku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan
yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan
peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
Misalnya : konselor memberi
kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu
yang berlebihan.
(8) Tetap dengan Perasaan
Teknik dapat digunakan
untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan
atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap
bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin
melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan
yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk
bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan
mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan
yang ingin dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat
jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya
mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi
membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan
yang ingin dihindarinya itu.
b. Teknik Konseling Psikoanalisis
(1). Asosiasi bebas.
Asosiasi bebas yaitu teknik dengan mengupayakan klien untuk
menjernihkan atau mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran
sehari-hari sekarang, sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman masa
lalunya. Klien diminta mengutarakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya. Tujuan
teknik ini adalah agar klien mengungkapkan pengalaman masa lalu dan
menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa
lalu. Hal ini disebut juga katarsis.
(2). Analisis mimpi
Analisis mimpi yaitu teknik mengarahkan klien
diminta untuk mengungkapkan tentang berbagai kejadian dalam mimpinya dan
konselor berusaha untuk menganalisisnya. Teknik ini digunakan untuk menilik
masalah-masalah yang belum terpecahkan. Proses terjadinya mimpi adalah karena
pada waktu tidur pertahanan ego menjadi lemah dan kompleks yang terdesak pun
muncul ke permukaan. Menurut Freud, mimpi ini ditafsirkan sebagai jalan raya
mengekspresikan keinginan-keinginan dan kecemasan yang tak disadari.
(3). Interpretasi
Interpretasi yaitu teknik mengungkap apa yang terkandung di balik apa
yang dikatakan klien, baik dalam asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan
transferensi klien. Konselor menetapkan, menjelaskan dan bahkan mengajar klien
tentang makna perilaku yang termanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resitensi
dan transferensi.
(4). Analisis resistensi;
Resistensi yaitu teknik konseling dengan cara penolakan. Analisis resistensi ditujukan untuk
menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya penolakannya (resistensi).
Konselor meminta perhatian klien untuk menafsirkan resistensi
(5). Analisis transferensi.
Analisis transferensi yaitu teknik konseling
dengan mengalihkan perasaan dan harapan, bisa berupa perasaan dan
harapan masa lalu. Dalam hal ini, klien diupayakan untuk menghidupkan kembali
pengalaman dan konflik masa lalu terkait dengan cinta, seksualitas, kebencian,
kecemasan yang oleh klien dibawa ke masa sekarang dan dilemparkan ke konselor.
Biasanya klien bisa membenci atau mencintai konselor. Konselor menggunakan
sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif agar bisa terungkap tranferensi
tersebut.
c. Teknik-teknik Konseling Behavioral
(1). Latihan Asertif
Teknik ini dugunakan untuk
melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya
adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk
membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung,
kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya.
Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor.
Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
(2). Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis
merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk
menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien
untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang
diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah
laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang
tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi
sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus
tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia
menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
(3). Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan
untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan
kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan
kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak
menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan
munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini
diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan
stimulus yang tidak menyenangkan.
(4). Pembentukan Tingkah laku Model
Teknik ini dapat digunakan
untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang
sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang
tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup
atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak
dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari
konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
d. Teknik Konseling Rasional Emotif
Pendekatan konseling
rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan
behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud
antara lain adalah sebagai berikut:
(1). Teknik-Teknik Emotif
(Afektif)
(a) Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk
melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus
menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang
diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
(b) Bermain peran
Teknik untuk
mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan
negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien
dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
(c) Imitasi
Teknik untuk menirukan
secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi
dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
(2). Teknik-teknik Behavioristik
(a) Reinforcement
Teknik untuk mendorong
klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan
memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini
dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada
klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif.
Dengan memberikan reward
ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang
diharapkan kepadanya.
(b) Social modeling
Teknik untuk membentuk
tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien
dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi
(meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan
norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah
disiapkan oleh konselor.
(3). Teknik-teknik Kognitif
(a) Home work assigments,
Teknik yang dilaksanakan
dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan
menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang
diharapkan.
Dengan tugas rumah yang
diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan
perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan
tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru,
mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan home work
assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan
tatap muka dengan konselor
Teknik ini dimaksudkan
untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada
diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan
mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
(b) Latihan assertive
Teknik untuk melatih
keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang
diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial.
Maksud utama teknik latihan
assertive adalah :
- mendorong kemampuan klien mengekspresikan
berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya;
- membangkitkan kemampuan klien dalam
mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang
lain;
- mendorong klien untuk meningkatkan
kepercayaan dan kemampuan diri; dan
- meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah
laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.
2. Teknik Umum Konseling
Teknik umum merupakan
teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling dan
merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk lebih
jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum, diantaranya
:
a.
Perilaku Attending
Perilaku attending disebut
juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa
tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat :
(1).
Meningkatkan harga diri klien.
(2) Menciptakan
suasana yang aman
(3) Mempermudah
ekspresi perasaan klien dengan bebas.
Contoh
perilaku attending yang baik :
(a) Kepala : melakukan anggukan jika setuju
(b) Ekspresi wajah : tenang, ceria, senyum
(c) Posisi tubuh : agak condong ke arah klien,
jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau
berdampingan.
(d) Tangan : variasi gerakan tangan/lengan
spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan
untuk menekankan ucapan.
(4) Mendengarkan : aktif penuh perhatian,
menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi),
perhatian terarah pada lawan bicara.
Contoh
perilaku attending yang tidak baik :
(a) Kepala
: kaku
(b) Muka
: kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien
sedang bicara, mata melotot.
(c) Posisi
tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk
kurang akrab dan berpaling.
(5) Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa
ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara.
(6) Perhatian
: terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.
b. Empati
Empati ialah kemampuan
konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama
klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan
perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.
Terdapat dua macam empati, yaitu :
1) Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya
berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar
klien dapat terlibat dan terbuka.
Contoh
ungkapan empati primer :” Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. ” Saya
dapat memahami pikiran Anda”.” Saya mengerti keinginan Anda”.
2)
Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap
perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh
klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut
membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam,
berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya.
Contoh
ungkapan empati tingkat tinggi : Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan,
dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”.
c. Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk memantulkan
kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil
pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis
refleksi, yaitu :
1) Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau
teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap
perilaku verbal dan non verbal klien.
Contoh : ” Tampaknya yang
Anda katakan adalah ….”
2) Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk
memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap
perilaku verbal dan non verbal klien.
Contoh
: ” Tampaknya yang Anda katakan…”
3) Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk
memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap
perilaku verbal dan non verbal klien.
Contoh : ” Tampaknya yang
Anda katakan suatu…”
d. Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali
perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena
banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu
mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas
berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik
refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu :
(1) Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat
menggali perasaan klien yang tersimpan.
Contoh :” Bisakah Anda
menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan ….”
(2) Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk
menggali ide, pikiran, dan pendapat klien.
Contoh : ” Saya yakin Anda
dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bekerja”.
(3) Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan
atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien.
Contoh :” Saya terkesan
dengan pengalaman yang Anda lalui. Namun
saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya
terhadap pendidikan Anda”
e. Menangkap Pesan (Paraphrasing)
Menangkap Pesan (Paraphrasing) adalah teknik
untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan
pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya
ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons
klien terhadap konselor.
Tujuan paraphrasing adalah :
(1)
untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha
untuk memahami apa yang dikatakan klien;
(2) mengendapkan apa yang dikemukakan klien
dalam bentuk ringkasan ;
(3) memberi arah wawancara konseling; dan
(4)
pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
Contoh
dialog :
Klien : ” Itu suatu pekerjaan yang baik, akan
tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak tahu mengapa demikian ? ”
Konselor : ” Tampaknya Anda masih ragu.”
f. Pertanyaan Terbuka (Opened Question)
Pertanyaan terbuka yaitu
teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan,
pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened
question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya
mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika
dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan
kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
Contoh : ” Apakah Anda
merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan? ”
g. Pertanyaan Tertutup (Closed Question)
Dalam konseling tidak
selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat
pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau
Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk :
(1) mengumpulkan informasi;
(2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu;
dan
(3) menghentikan pembicaraan klien yang
melantur atau menyimpang jauh.
Contoh dialog :
Klien : ”Saya berusaha meningkatkan prestasi
dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan”.
Konselor: ”Biasanya Anda menempati peringkat
berapa ? ”.
Klien : ” Empat ”
Konselor: ” Sekarang berapa ? ”
Klien : ” Sebelas ”
h. Dorongan minimal (Minimal Encouragement)
Dorongan minimal adalah
teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang
telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh…, ya….,
lalu…, terus….dan…
Tujuan dorongan minimal
agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan.
Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan
pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada
pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya putus asa… dan saya nyaris… ”
(klien menghentikan pembicaraan)
Konselor: ” ya…”
Klien : ” nekad bunuh diri”
Konselor: ” lalu…”
i. Interpretasi
Yaitu teknik untuk mengulas pemikiran,
perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan
subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien
mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya pikir dengan berhenti sekolah
dan memusatkan perhatian membantu orang tua merupakan bakti saya pada keluarga,
karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan biaya.”
Konselor : ” Pendidikan tingkat SMTA pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua
warga negara. Terutama hidup di kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa
depan makin banyak, maka dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas.
Membantu orang tua memang harus, namun mungkin disayangkan jika orang seperti
Anda yang tergolong akan meninggalkan SMTA”.
j. Mengarahkan (Directing)
Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan
klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan
konselor atau menghayalkan sesuatu.
Klien : ” Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab.
Saya tak dapat lagi menahan diri. Akhirnya terjadi pertengkaran sengit.”
Konselor : ” Bisakah Anda mencobakan di depan
saya, bagaimana sikap dan kata-kata ayah Anda jika memarahi Anda.”
k. Menyimpulkan Sementara (Summarizing)
Yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara
pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan
sementara adalah untuk :
(1) memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan;
(2) menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan
secara bertahap;
(3) meningkatkan kualitas diskusi;
(4) mempertajam fokus pada wawancara
konseling.
Contoh :
” Setelah kita berdiskusi beberapa waktu
alangkah baiknya jika simpulkan dulu agar semakin jelas hasil pembicaraan kita.
Dari materi materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita sudah sampai pada dua
hal: pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua, namun
masih ada hambatan yang akan hadapi, yaitu : sikap orang tua Anda yang
menginginkan Anda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh
sebagaimana tuntutan dari perusahaan yang akan Anda masuki.”
Selain teknik konseling
secara umum yang telah disebut di atas, ada juga teknik konseling yang lain di
antaranya adalah:
a. Memimpin (leading)
Yaitu
teknik untuk mengarahkan pembicaraan dalam wawancara konseling sehingga tujuan
konseling .
Contoh dialog :
Klien :” Saya mungkin berfikir juga tentang
masalah hubungan dengan pacar. Tapi bagaimana ya?”
Konselor : ” Sampai ini kepedulian Anda
tertuju kuliah kuliah sambil bekerja. Mungkin Anda tinggal merinci kepedulian
itu. Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka kepedulian Anda juga ?”
b. Fokus
Yaitu
teknik untuk membantu klien memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan. Pada
umumnya dalam wawancara konseling, klien akan mengungkapkan sejumlah permasalahan
yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, konselor seyogyanya dapat membantu
klien agar dia dapat menentukan apa yang fokus masalah. Misalnya dengan
mengatakan :
” Apakah tidak sebaiknya jika pokok
pembicaraan kita berkisar dulu soal hubungan Anda dengan orang tua yang kurang
harmonis ”.
Ada beberapa yang dapat dilakukan,
diantaranya :
1.
Fokus
pada diri klien. Contoh : ” Tanti, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan
”.
2.
Fokus
pada orang lain. Contoh : ” Roni, telah membuat kamu menderita, Terangkanlah
tentang dia dan apa yang telah dilakukannya ?”
3.
Fokus
pada topik. Contoh : ” Pengguguran kandungan ? Kamu memikirkan aborsi ?
Pikirkanlah masak-masak dengan berbagai pertimbangan”.
4.
Fokus
mengenai budaya. Contoh: ” Mungkin budaya menyerah dan mengalah pada laki-laki
harus diatas sendiri oleh kaum wanita. Wanita tak boleh menjadi obyek
laki-laki.”
c. Konfrontasi
Yaitu
teknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi antara perkataan
dengan perbuatan atau bahasa badan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum
dengan kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya adalah :
(1) mendorong klien mengadakan penelitian
diri secara jujur;
(2) meningkatkan potensi klien;
(3) membawa klien kepada kesadaran adanya
diskrepansi; konflik, atau kontradiksi dalam dirinya.
Penggunaan
teknik ini hendaknya dilakukan secara hati-hati, yaitu dengan :
(1) memberi komentar khusus terhadap klien
yang tidak konsisten dengan cara dan waktu yang tepat;
(2) tidak menilai apalagi menyalahkan;
(3) dilakukan dengan perilaku attending dan
empati.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya baik-baik saja”.(suara rendah,
wajah murung, posisi tubuh gelisah).”
Konselor :” Anda mengatakan baik-baik saja,
tapi kelihatannya ada yang tidak beres”. ”Saya melihat ada perbedaan antara
ucapan dengan kenyataan diri ”.
d. Menjernihkan (Clarifying)
Yaitu
teknik untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien yang samar-samar, kurang jelas
dan agak meragukan. Tujuannya adalah :
(1)
mengundang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas, ungkapan kata-kata
yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis,
(2)
agar klien menjelaskan, mengulang dan mengilustrasikan perasaannya.
Contoh dialog :
Klien : ” Perubahan yang terjadi di keluarga
saya membuat saya bingung. Saya tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin di
rumah itu.”
Konselor : ”Bisakah Anda menjelaskan
persoalan pokoknya ? Misalnya peran ayah, ibu, atau saudara-saudara Anda.”
e. Memudahkan (facilitating)
Yaitu
teknik untuk membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan
konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas.
Contoh :
” Saya yakin Anda akan berbicara apa adanya,
karena saya akan mendengarkan dengan sebaik-baiknya.”
f. Diam
Teknik
diam dilakukan dengan cara attending, paling lama 5 – 10 detik, komunikasi yang
terjadi dalam bentuk perilaku non verbal. Tujuannya adalah:
(1) menanti klien sedang berfikir;
(2) sevagai protes jika klien ngomong
berbelit-belit;
(3) menunjang perilaku attending dan empati
sehingga klien babas bicara.
Contoh dialog :
Klien :”Saya tidak senang dengan perilaku
guru itu”
Konselor :”…………..” (diam)
Klien :” Saya..harus bagaimana.., Saya..
tidak tahu..
Konselor :”…………..” (diam)
g. Mengambil Inisiatif
Teknik
ini dilakukan manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam,
dan kurang parisipatif. Konselor mengajak klien untuk berinisiatif dalam
menuntaskan diskusi. Teknik ini bertujuan :
(1) mengambil inisiatif jika klien kurang
semangat;
(2) jika klien lambat berfikir untuk
mengambil keputusan;
(3) jika klien kehilangan arah pembicaraan.
Contoh:
” Baiklah, saya pikir Anda mempunyai satu
keputusan namun masih belum keluar. Coba Anda renungkan kembali”.
h. Memberi Nasehat
Pemberian
nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor
tetap harus mempertimbangkannya apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak.
Sebab dalam memberi nasehat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni
kemandirian klien harus tetap tercapai.
Contoh respons konselor terhadap permintaan
klien : ” Apakah hal seperti ini pantas saya untuk memberi nasehat Anda ?
Sebab, dalam hal seperti ini saya yakin Anda lebih mengetahuinya dari pada
saya.”
i. Pemberian informasi
Sama
halnya dengan nasehat, jika konselor tidak memiliki informasi sebaiknya dengan
jujur katakan bahwa dia mengetahui hal itu. Kalau pun konselor mengetahuinya,
sebaiknya tetap diupayakan agar klien mengusahakannya.
Contoh :
” Mengenai berapa biaya masuk ke Universitas
Pendidikan Indonesia, saya sarankan Anda bisa langsung bertanya ke pihak UPI
atau Anda berkunjung ke situs www.upi.com di internet”.
j. Merencanakan
Teknik
ini digunakan menjelang akhir sesi konseling untuk membantu agar klien dapat
membuat rencana tindakan (action), perbuatan yang produktif untuk kemajuan
klien.
Contoh :
” Nah, apakah tidak lebih baik jika Anda
mulai menyusun rencana yang baik berpedoman hasil pembicaraan kita sejak tadi ”
k. Menyimpulkan
Teknik ini digunakan untuk menyimpulkan hasil
pembicaraan yang menyangkut :
(1) bagaimana keadaan perasaan klien saat
ini, terutama mengenai kecemasan;
(2) memantapkan rencana klien;
(3) pemahaman baru klien; dan
(4) pokok-pokok yang akan dibicarakan
selanjutnya pada sesi berikutnya, jika dipandang masih perlu dilakukan
konseling lanjutan.
Dalam konseling, di samping
menggunakan teknik-teknik umum, dalam hal-hal tertentu dapat menggunakan
teknik-teknik khusus. Teknik-teknik khusus ini dikembangkan dari berbagai
pendekatan konseling, seperti pendekatan Behaviorisme, Rational Emotive
Theraphy, Gestalt dan sebagainya
Di bawah disampaikan
beberapa teknik – teknik khusus konseling, yaitu :
a. Latihan Asertif
Teknik
ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan
diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di
antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan
tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon
posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan
bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam
latihan asertif ini.
b. Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi
sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan
untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan
klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang
diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku
yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak
dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis
hakekatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus perilaku
yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan
respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.
c. Pengkondisian Aversi
Teknik
ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan
untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang
disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak
menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan
munculnya perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini
diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan
stimulus yang tidak menyenangkan.
d. Pembentukan Perilaku Model
Teknik
ini dapat digunakan untuk membentuk Perilaku baru pada klien, dan memperkuat
perilaku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien
tentang perilaku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup
atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis perilaku yang hendak dicontoh.
Perilaku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran
dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
e. Permainan Dialog
Teknik
ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua
kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan
kecenderungan under dog, misalnya :
Kecenderungan orang tua
lawan kecenderungan anak.
Kecenderungan bertanggung
jawab lawan kecenderungan masa bodoh.
Kecenderungan “anak baik”
lawan kecenderungan “anak bodoh”.
Kecenderungan otonom lawan
kecenderungan tergantung.
Kecenderungan kuat atau
tegar lawan kecenderungan lemah.
Melalui
dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien
akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko.
Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik
“kursi kosong”.
f.
Latihan Saya Bertanggung Jawab
Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan
menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada
orang lain. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu
pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat :
“…dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.
Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan
saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang
harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab atas ketidaktahuan
itu”.
“Saya malas, dan saya
bertanggung jawab atas kemalasan itu”
Meskipun
tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan
klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
g. Bermain Proyeksi
Proyeksi
yaitu memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri
tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri
dengan cara memantulkannya kepada orang lain. Sering terjadi, perasaan-perasaan
yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam
teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau
melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
h. Teknik Pembalikan
Gejala-gejala
dan perilaku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari
dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien
untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang
dikeluhkannya.
Misalnya : konselor memberi
kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu
yang berlebihan.
i. Bertahan dengan Perasaan
Teknik
ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati
yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong
klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan
klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari
perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap
mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya
sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingkah laku
dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang
lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan
yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk
bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
j. Home work assigments,
Teknik
yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan
diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola
perilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan
dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak
rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan
untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan
tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Pelaksanaan home work assigment yang
diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka
dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan
sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk
pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada
konselor.
k. Adaptive
Teknik
yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara
terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku yang diinginkan.
Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
l. Bermain peran
Teknik
untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan
negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien
dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
m. Imitasi
Teknik
untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan
maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.