Dikutif dari blognya " AKHMAD SUDRAJAT "
Perjalanan bimbingan dan konseling menuju sebuah profesi yang handal
hingga saat ini tampaknya masih harus dilalui secara tertatih-tatih.
Dalam hal ini, Prayitno (2003) telah mengidentifikasi 15 kekeliruan
pemahaman orang dalam melihat bimbingan dan konseling, baik dalam
tataran konsep maupun praktiknya yang tentunya sangat mengganggu
terhadap pencitraan dan laju pengembangan profesi ini. Kekeliruan
pemahaman ini tidak hanya terjadi di kalangan orang-orang yang berada di
luar Bimbingan dan Konseling, tetapi juga banyak ditemukan di kalangan
orang-orang yang terlibat langsung dengan bimbingan dan konseling.
Kelimabelas kekeliruan pemahaman itu adalah :1. Bimbingan dan Konseling
disamakan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.Ada sebagian orang
yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah identik dengan
pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, karena dianggap
sudah implisit dalam pendidikan itu sendiri. Cukup mantapkan saja
pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama sekali
tidak melihat arti penting bimbingan dan konseling di sekolah.
Sementara ada juga yang berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling
harus benar-benar terpisah dari pendidikan dan pelayanan bimbingan dan
konseling harus secara nyata dibedakan dari praktik pendidikan
sehari-hari.Walaupun guru dalam melaksanakan pembelajaran siswa dituntut
untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan interpersonal dengan para
siswanya, namun kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak hal yang
menyangkut kepentingan siswa yang tidak bisa dan tidak mungkin dapat
dilayani sepenuhnya oleh guru di sekolah melalui pelayanan pengajaran
semata, seperti dalam hal pelayanan dasar (kurikulum bimbingan dan
konseling), perencanaan individual, pelayanan responsif, dan beberapa
kegiatan khas Bimbingan dan Konseling lainnya.Begitu pula, Bimbingan dan
Konseling bukanlah pelayanan eksklusif yang harus terpisah dari
pendidikan. Pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki
derajat dan tujuan yang sama dengan pelayanan pendidikan lainnya (baca:
pelayanan pengajaran dan/atau manajemen), yaitu mengantarkan para siswa
untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal. Perbedaan terletak
dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana masing-masing memiliki
karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda (1).2. Menyamakan
pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan
psikiater.Dalam hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara
pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater,
yaitu sama-sama menginginkan konseli/pasien terbebas dari penderitaan
yang dialaminya, melalui berbagai teknik yang telah teruji sesuai dengan
masing-masing bidang pelayanannya, baik dalam mengungkap masalah
konseli/pasien, mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun
penyembuhannya.Kendati demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling
tidaklah persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Dokter dan
psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor bekerja dengan
orang yang normal (sehat) namun sedang mengalami masalah.Cara
penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan
pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan
konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual
melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis,
modifikasi perilaku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan dengan
teknik-teknik khas bimbingan dan konseling.3. Bimbingan dan Konseling
dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang bersifat
insidental.Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling
salah satunya bertitik tolak dari masalah yang dirasakan siswa,
khususnya dalam rangka pelayanan responsif, tetapi hal ini bukan berarti
bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat
reaktif atas masalah-masalah yang muncul pada saat itu.Pekerjaan
bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang sistematis
dan terencana, yang di dalamnya mengggambarkan sejumlah pekerjaan
bimbingan dan konseling yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik
untuk kepentingan pencegahan, pengembangan maupun penyembuhan
(pengentasan)4. Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk siswa
tertentu saja.Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi
siswa yang bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja,
namun bimbingan dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa
(Guidance and Counseling for All). Setiap siswa berhak dan mendapat
kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan
bimbingan dan konseling yang tersedia.5. Bimbingan dan Konseling
melayani “orang sakit” dan/atau “kurang/tidak normal”.Sasaran Bimbingan
dan Konseling adalah hanya orang-orang normal yang mengalami masalah.
Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor diharapkan orang
tersebut dapat terbebaskan dari masalah yang menghinggapinya. Jika
seseorang mengalami keabnormalan yang akut tentunya menjadi wewenang
psikiater atau dokter untuk penyembuhannya. Masalahnya, tidak sedikit
petugas bimbingan dan konseling yang tergesa-gesa dan kurang hati-hati
dalam mengambil kesimpulan untuk menyatakan seseorang tidak normal.
Pelayanan bantuan pun langsung dihentikan dan dialihtangankan
(referal).6. Pelayanan Bimbingan dan Konseling berpusat pada keluhan
pertama (gejala) saja.Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang
diawali dari gejala yang ditemukan atau keluhan awal disampaikan
konseli. Namun seringkali justru konselor mengejar dan mendalami gejala
yang ada bukan inti masalah dari gejala yang muncul. Misalkan, menemukan
siswa dengan gejala sering tidak masuk kelas, pelayanan dan pembicaraan
bimbingan dan konseling malah berkutat pada persoalan tidak masuk
kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih dalam dibalik tidak masuk
kelasnya.7. Bimbingan dan Konseling menangani masalah yang ringan.Ukuran
berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif, seringkali
masalah seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam
ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya,
suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh
ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas berat-ringannya yang paling
penting bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat
dan tuntas. Jika segenap kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum
juga menunjukan perbaikan maka konselor seyogyanya mengalihtangankan
masalah (referal) kepada pihak yang lebih kompeten8. Petugas Bimbingan
dan Konseling di sekolah diperankan sebagai “polisi sekolah”.Masih
banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah “polisi sekolah”
yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan
di sekolah.Tidak jarang konselor diserahi tugas mengusut perkelahian
ataupun pencurian, bahkan diberi wewenang bagi siswa yang
bersalah.Dengan kekuatan inti bimbingan dan konseling pada pendekatan
interpersonal, konselor justru harus bertindak dan berperan sebagai
sahabat kepercayaan siswa, tempat mencurahkan kepentingan apa-apa yang
dirasakan dan dipikirkan siswa. Konselor adalah kawan pengiring,
penunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan pembina
perilaku-perilaku positif yang dikehendaki sehingga siapa pun yang
berhubungan dengan bimbingan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan
memberi harapan.9. Bimbingan dan Konseling dianggap semata-mata sebagai
proses pemberian nasihat.Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan
yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan
sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan
bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam
rangka pengembangan pribadi klien secara optimal.10. Bimbingan dan
konseling bekerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau
petugas lainPelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang
terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur
budaya,sosial,dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan
konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerja sama dengan
orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang
sedang dihadapi oleh klien. Di sekolah misalnya, masalah-masalah yang
dihadapi oleh siswa tidak berdiri sendiri.Masalah itu sering kali saling
terkait dengan orang tua,siswa,guru,dan piha-pihak lain; terkait pula
dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat
sekitarnya. Oleh sebab itu penanggulangannya tidak dapat dilakukan
sendiri oleh guru pembimbing saja .Dalam hal ini peranan guru mata
pelajaran, orang tua, dan pihak-pihak lain sering kali sangat
menentukan. Guru pembimbing harus pandai menjalin hubungan kerja sama
yang saling mengerti dan saling menunjang demi terbantunya siswa yang
mengalami masalah itu. Di samping itu guru pembimbing harus pula
memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan dapat diadakan untuk
kepentingan pemecahan masalah siswa. Guru mata pelajaran merupakan mitra
bagi guru pembimbing, khususnya dalam menangani masalah-masalah
belajar.Namun demikian, konselor atau guru pembimbing tidak boleh
terlalu mengharapkan bantuan ahli atau petugas lain. Sebagai tenaga
profesional konselor atau guru pembimbing harus mampu bekerja sendiri,
tanpa tergantung pada ahli atau petugas lain. Dalam menangani masalah
siswa guru pembimbing harus harus berani melaksanakan pelayanan, seperti
“praktik pribadi”, artinya pelayanan itu dilaksanakan sendiri tanpa
menunggu bantuan orang lain atau tanpa campur tangan ahli lain.
Pekerjaan yang profesional justru salah satu cirinya pekerjaan mandiri
yang tidak melibatkan campur tangan orang lain atau ahli.11. Konselor
harus aktif, sedangkan pihak lain harus pasifSesuai dengan asas
kegiatan, di samping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak
bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien,harus secara
langsung aktif terlibat dalam proses tersebut.Lebih jauh, pihak-pihak
lain hendaknya tidak membiarkan konselor bergerak dan berjalan sendiri.
Di sekolah, guru pembimbing memang harus aktif, bersikap “jemput bola”,
tidak hanya menunggu didatangi siswa yang meminta layanan
kepadanya.Sementara itu, personil sekolah yang lain hendaknya membantu
kelancaran usaha pelayanan itu.Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan
konseling adalah usaha bersama yang beban kegiatannya tidak semata-mata
ditimpakan hanya kepada konselor saja. Jika kegiatan yang pada dasarnya
bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam
hal ini konselor, maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat,
atau bahkan tidak berjalan sama sekali.12. Menganggap pekerjaan
bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa sajaBenarkah
pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja?
Jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawaban ”benar”,
jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan
dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”, jika
bimbingan dan konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip
keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan
asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara profesional.
Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling adalah bahwa
pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang
bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan
dan latihan yang cukup lama di Perguruan Tinggi.13. Menyama-ratakan cara
pemecahan masalah bagi semua klienCara apapun yang akan dipakai untuk
mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai
hal yang terkait dengannya.Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk
semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah
yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang tampaknya
“sama” setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakekatnya
berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya. Pada
dasarnya.pemakaian sesuatu cara bergantung pada pribadi klien, jenis dan
sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan
dan konseling, dan sarana yang tersedia.14. Memusatkan usaha Bimbingan
dan Konseling hanya pada penggunaan instrumentasiPerlengkapan dan sarana
utama yang pasti dan dan dapat dikembangkan pada diri konselor adalah
“mulut” dan keterampilan pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakannya
instrumen (tes.inventori,angket dan dan sebagainya itu) hanyalah
sekedar pembantu. Ketidaan alat-alat itu tidak boleh mengganggu,
menghambat, atau bahkan melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan
bimbingan dan konseling.Oleh sebab itu, konselor hendaklah tidak
menjadikan ketiadaan instrumen seperti itu sebagai alasan atau dalih
untuk mengurangi, apa lagi tidak melaksanakan layanan bimbingan dan
konseling sama sekali.Tugas bimbingan dan konseling yang baik akan
selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus
berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan15.
Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus segera
terlihat.Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang
dihadapi klien dapat diatasi sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat
segera dilihat. Namun harapan itu sering kali tidak terkabul,
lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan “cepat” itu adalah dalam hitungan
detik atau jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan
sambal, begitu masuk ke mulut akan terasa pedasnya. Hasil bimbingan dan
konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari kemudian, atau
bahkan beberapa tahun kemuadian.. Misalkan, siswa yang mengkonsultasikan
tentang cita-citanya untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaat dari
hasil konsultasi akan dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi
seorang dokter.Adaptasi dan disarikan dari : Prayitno.2003. Wawasan dan
Landasan BK (Buku II). Depdiknas : Jakarta