TEKNIK KONSELING INDIVIDUAL
(Oleh
: P.V. Sriyani Wikarta, M.Pd.)
Pendahuluan
Dari hasil penelitian mengenai kemampuan guru-guru pembimbing SMA di Jawa
Barat dalam memberikan konseling terhadap para siswa, membuktikan hal-hal berikut ini (Willis, 2011) :
1. Kebanyakan
pembimbing SMA tidak mampu mendefinisi masalah siswa pada Tahap Awal Konseling.
2. Kurangnya
keterampilan pembimbing dalam mengaplikasikan teknik – teknik konseling.
3. Pembimbing
tidak mampu membantu pengembangan potensi dan penyelesaian masalah siswa secara
tuntas.
4. Kebanyakan
pembimbing tidak memahami tahapan-tahapan proses konseling serta tujuan, isi
dan teknik konseling yang dapat digunakan pada setiap tahapan.
Temuan
mereka juga terhadap petugas bimbingan
sekolah yang telah berdinas antara 8-12 tahun memperlihatkan kelemahan dalam
konseling, seperti :
1. Tidak
jelas tahap-tahap konseling
2. Tidak
mampu menangkap dan mendefinisi masalah siswa, sehingga proses konseling
berjalan tanpa arah yang jelas.
3. Tidak
mampu menyelesaikan masalah klien
4. Hanya
berputar pada 5 teknik konseling, yaitu :
a. Bertanya
tertutup
b. Pemberian
informasi
c. Pemberian
nasehat
d.
Mengarahkan (directing)
e. Mendorong
(supporting)
Perkembangan
bimbingan dan konseling di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan di negara
asalnya yaitu Amerika Serikat. Para pakar sekembalinya dari sana membawa
konsep-konsep baru salah satunya tentang anak didik. Anak didik mempunyai
potensi untuk berkembang, itulah sebabnya pendidikan harus memberikan situasi
kondusif bagi perkembangan potensi anak didik secara optimal.
Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia cenderung berorientasi pada
layanan pendidikan dan pencegahan. Bagi seorang konselor menguasai teknik konseling adalah
mutlak, sebab dalam proses konseling teknik yang baik merupakan kunci
keberhasilan untuk mencapai tujuan konseling.
Keterampilan Konseling
Individual
Konseling individual adalah kunci semua kegiatan
bimbingan dan konseling. Dengan mengusai teknik-teknik konseling individual,
diharapkan konselor menguasai proses dan teknik konseling individual.
Proses konseling individual merupakan relasi antara
konselor dengan klien dengan tujuan agar
dapat mencapai tujuan klien bukan tujuan konselor. Relasi
konselor-klien dalam hubungan konseling ditandai dengan nuansa afektif. Konselor
berupaya menciptakan hubungan akrab, saling percaya sehingga klien percaya dan
mau membuka diri. Tanggungjawab
konselor dalam proses konseling ialah mendorong klien supaya dia mampu bekerja
efektif, produktif dan menjadi manusia mandiri. Selain itu tujuan konseling
individual ialah agar klien diberdayakan dan diarahkan untuk
menjadi pribadi yang seimbang dalam pengembangan intelektual-emosional-sosial-moral-spiritual.
Pengembangan
potensi intelektual klien menunjang tumbuhnya kreativitas dan
produktivitas. Pengembangan sisi
emosional dimaksudkan agar klien menjadi pribadi yang memiliki emosi yang
stabil dan sikap mental yang positif terhadap diri sendiri dan dunia luar Pengembangan
sisi sosial klien bertujuan agar klien dapat menjalin hubungan yang harmonis dengan
orang lain.. Pengembangan moral dan spiritual klien menjadi penyeimbang bagi pengembangan
intelektual, sosial, dan emosionalnya. Diharapkan klien bertumbuh menjadi
pribadi yang well-integrated.
Teknik
Konseling
Banyak teknik konseling
yang dapat dipakai untuk menunjang keterampilan komunikasi konseling. Teknik
tersebut tentunya dapat disesuaikan dengan pendekatan konseling yang dianut
oleh para konselor. Berikut ini akan dijelaskan beberapa teknik konseling yang
dapat digunakan dan disesuaikan dengan pendekatan konseling.
1.
Perilaku Attending
Merupakan perilaku menghampiri
klien yang mencakup kontak mata, bahasa badan dan bahasa lisan. Perilaku Attending yang baik dapat meningkatkan harga diri klien,
menciptakan suasana aman, mempermudah klien mengekspresikan dirinya.
Penampilan Attending
yang baik :
a. Kepala
: melakukan anggukan jika setuju.
b. Ekspresi
wajah : tenang, ceria, senyum.
c. Posisi
tubuh : agak condong ke arah klien, jarak konselor-klien agak dekat, duduk
akrab berhadapan atau berdampingan.
d. Tangan
: variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan
sebagai isyarat, menggunakan gerakan tangan untuk menekankan ucapan.
e. Mendengarkan; aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien
hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada
lawan bicara.
2.
Empati
Empati
adalah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan
berpikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan
bersamaan dengan attending. Tanpa attending tidak ada empati.
Empati
ada dua macam :
a. Empati
primer (primary empathy), memahami
perasaan, pikiran, keinginan dan pengalaman klien.
b. Empati
tingkat tinggi (advanced accurate empathy),
kepahaman konselor terhadap persaan, pikiran, keinginan dan pengalaman klien
lebih mendalam dan menyentuh klien.
c.
Dalam melakukan empati, konselor
harus mampu mengosongkan perasaan dan pikiran egoistik, memasuki dunia dalam,
melakukan empati primer dengan mengatakan : - “Saya dapat merasakan bagaimana
perasaan saudara.”
-
“
Saya dapat memahami pikiran anda.”
-
“Saya
mengerti keinginan saudara.”
d. Melakukan
empati tingkat tinggi dengan mengatakan:
-
“Saya
merasakan apa yang saudara rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman
anda itu.”
3.
Refleksi
Refleksi adalah keterampilan
konselor untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman
klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan nonverbalnya.
Refleksi ada tiga jenis :
a. Refleksi
perasaan : “Barangkali anda merasa…”
b. Refleksi
pengalaman : “Nampaknya yang anda
kemukakan adalah suatu…”
c. Refleksi
pikiran (content) : “Nampaknya yang akan anda katakana..”
4.
Eksplorasi
Eksplorasi
adalah suatu keterampilan untuk menggali perasaan, pengalaman, dan pikiran
klien.
Eksplorasi ada
tiga jenis :
a. Eksplorasi
perasaan :”Bisakah saudara menjelaskan
apa perasaan bingung yang dimaksudkan?”.
b. Eksplorasi
pengalaman: “Saya terkesan dengan
pengalaman yang anda lalui. Namun saya ingin memahami lebih jauh tentang
pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan anda.”
c. Eksplorasi pikiran : “Saya kira pendapat anda mengenai
hal itu baik sekali, dapatkah saudara menguraikannya lebih lanjut ?”
5.
Menangkap Pesan Utama (Paraphrasing)
Tujuan paraphrase adalah untuk mengatakan kembali inti ungkapan klien.
Paraphrasing
yang baik
adalah :
a. Mendengarkan
pesan utama klien dengan teliti,
b. nyatakan
kembali dengan ringkas,
c. amati
respon klien terhadap konselor.
d.
Contoh : Ki : “Itu suatu pekerjaan yang baik. Akan tetapi saya tidak
mengambilnya.
Saya tidak tahu mengapa?”
Ko : “Nampaknya
saudara masih ragu ya.”
Paraphrase yang baik ditandai dengan kalimat awal ‘adakah’ atau ‘nampaknya’.
6.
Bertanya untuk membuka percakapan (Open Question)
Pertanyaan untuk membuka percakapan konseling yang baik dimulai dengan
kata-kata:
Apakah, bagaimana, adakah,
bolehkah, dapatkah.
Contoh :
“Apakah saudara merasa ada sesuatu
yang ingin kita bicarakan sekarang?”
7.
Bertanya Tertutup (Closed Questions)
Pertanyaan yang selalu dimulai
dengan apakah, adakah dan harus dijawab dengan ya atau tidak atau dengan
kata-kata singkat.
Tujuan pertanyaan tertutup :
a. Untuk
mengumpulkan informasi
b. Untuk
memperjelas sesuatu
c. Menghentikan
pembicaraan klien yang menyimpang jauh.
8.
Dorongan Minimal (Minimal Encouragement)
Adalah dorongan langsung yang singkat
dengan tujuan agar klien terus berbicara dan pembicaraannya mencapai
tujuan. Contoh : oh …, ya …., terus…., lalu…, dan ….
9.
Interpretasi
Upaya konselor untuk mengulas
pemikiran, perasaan dan perilaku/pengalaman klien dengan merujuk pada
teori-teori.
10.
Mengarahkan
(Directing)
Keterampilan konseling yang
mengarahkan klien untuk berbuat sesuatu. Misalnya : Konselor mengarahkan klien
untuk bermain peran atau mengkhayalkan sesuatu.
11.
Menyimpulkan
sementara (Summarizing)
Tujuan menyimpulkan sementara :
a. Memberi
kesempatan klien mengambil feedback dari hal-hal yang telah dibicarakan.
b. Menyimpulkan
kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap
c. Meningkatkan
kualitas diskusi
d. Memperjelas
fokus pada wawancara konseling.
12.
Memimpin
(Leading)
Konselor harus mampu memimpin
pembicaraan konseling supaya klien tidak menyimpang dari fokus pembicaraan.
13.
Fokus
Konselor yang efektif harus mampu
membuat fokus melalui perhatiannya yang terseleksi terhadap pembicaraannya
dengan klien.
a. Fokus
pada diri sendiri
b. Fokus
pada orang lain
c. Fokus
pada topik
d. Fokus
pada budaya.
14.
Konfrontasi
Konfrontasi
adalah suatu teknik konseling yang menantang klien untuk melihat adanya
inkonsistensi antara perkataan dengan perbuatan, ide awal dengan ide
berikutnya, senyum dengan kepedihan, dan sebagainya.
15.
Menjernihkan
(Clarifying)
Adalah keterampilan untuk
menjernihkan ucapan klien yang samar-samar, kurang jelas dan meragukan.
16.
Memudahkan
(Facilitating)
Keterampilan membuka komunikasi
agar klien mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran dan
pengalaman secara bebas.
17.
Diam
Tujuan diam
adalah :
a. menanti
klien sedang berpikir
b. sebagai
protes jika klien bicara berbeli-belit
c. menunjang perilaku attending
18.
Mengambil
Inisiatif
Mengambil inisiatif dilakukan oleh
konselor bila klien kurang bersemangat untuk
berbicara, sering diam dan kurang berpartisipasi dalam proses konseling.
19.
Memberi
Nasehat
Diberikan hanya bila klien meminta
nasehat, namun tetap mempertimbangkan kemandirian klien.
20.
Pemberian
Informasi
Diberikan bila klien minta informasi tentang sesuatu.
21.
Merencanakan
Konselor menjelang
akhir semester membantu klien membuat program untuk action.
22.
Menyimpulkan
Konselor membantu klien pada akhir sesi
untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang menyangkut :
a. Bagaimana keadaan perasaan klien saat ini
b. Memantapkan rencana klien
c. Pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya
pada sesi berikut.
TEKNIK
PADA SETIAP TAHAP KONSELING
Tahap Awal
(Definisi Masalah)
|
Tahap Pertengahan
(Tahap Kerja)
|
Tahap Akhir
(Action)
|
- Attending
- Mendengarkan
- Empati
- Refleksi
- Eksplorasi
- Bertanya
- Menangkap Pesan Utama
- Mendorong dan Dorongan
Minimal
|
- Menyimpulkan Sementara
- Memimpin
- Memfokuskan
- Konfrontasi
- Menjernihkan
- Memudahkan
- Mengarahkan
- Dorongan Minimal
- Diam
- Mengambil inisiatif
- Memberi Nasehat
- Memberi Informasi
- Menafsirkan
|
- Menyimpulkan
- Merencanakan
- Menilai
- Mengakhiri Konseling
|
Materi
Tambahan
REFERENSI
Baraja, A. (2004). Psikologi Konseling dan Teknik Konseling . Jakarta
: Studia Press.
Geldard,
K.,& Geldard, D. (terjemahan :Eva Hamdiah). (2011). Keterampilan Praktik Konseling.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Geldard,
D. (1993). Basic Personal Counselling : A
training manual for counsellors. Brunswick : Impact Printing.
Jones,
R.N. (2003). Basic Counselling Skills : A
Helper’s Manual. London : Sage Publications Ltd.
(-------).
(2005). Introduction to Counselling
Skills : Texts & Activities. London : Sage Publications Ltd.
(-------).
(2005). Practical Counselling and Helping
Skills : Text and Activities for The Lifeskills Counselling Model. London : Sage Publications Ltd.
Mappiare,
A. AT. (2002). Pengantar Konseling dan
Psikoterapi. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Mashudi,
F. (2012). Psikologi Konseling. Jogjakarta
: IRCiSoD.
Mc
Leod, S. (2013). The Unconsious Mind.
Diunduh dari http://www.simplypsychology.org/sigmund-freud.html.
Milne,
A. (2014). Understand Counselling :
Packed With Practical Techniques. London : Teach Yourself Counselling.
Padolina,
M.A. & Sanchez, C.A. (1998). Counseling
and Psychotherapy : Theories, Techniques, and Applications. Manila : Rex
Book Store.
Surya,
M. (2003). Psikologi Konseling. Bandung
: Pustaka Bani Quraisy.
Willis,
S. S. (2011). Konseling Individual :
Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta.
Yeo,
A. (terjemahan : Antonius Wuisan). (2003). Konseling
: Suatu Pendekatan Pemecahan –Masalah. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar